Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden M Jusuf Kalla mengaku ketika akan melakukan perundingan damai dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Presiden Megawati Soekarnoputri saat itu tidak bersedia memberikan surat mandat. "Awalnya saya (ketika itu sebagai Menko Kesra.red) minta izin kepada Presiden Megawati Soekarnoputri untuk diberikan surat mandat," kata Wapres Jusuf Kalla saat memulai cerita tentang proses perundingan damai RI-GAM MoU Helshinki pada peluncuran buku "Kalla dan Perdamaian Aceh" di Jakarta, Rabu malam. Menurut Wapres, surat mandat tersebut sangat penting untuk berhubungan dengan para petinggi GAM di luar negeri. Surat mandat tersebut diperlukan untuk pegangan sekaligus dasar. Namun ternyata, tambah Wapres, Presiden Megawati tak bersedia memberikan surat mandat tersebut. "Presiden Megawati tidak mau memberikan surat mandat. Ya akhirnya jalan saja tanpa mandat," kata Wapres. Menurut Wapres, meski tanpa surat mandat, keinginan untuk menyelesaikan konflik di Aceh terus dilakukannya. Karena itulah, tambah Wapres, langkah berikutnya membentuk Tim Kecil. Tim tersebut, katanya, harus benar-benar mengetahui siapa saja tokoh GAM, sejarah Aceh dan bahkan peta buta Aceh. "Semua konflik itu pasti ada pemimpinnya, dan pemimpinnya adalah pemimpin politik. Karena itu cari siapa pemimpinnya, kalau perlu cari ke Eropa, cari di mana saja," kata Wapres. Dalam penjelasannya, Wapres juga mengatakan, masalah utamanya adalah hilangnya kepercayaan di antara kedua belah pihak. Pihak GAM tidak percaya TNI dan begitu pula sebaliknya. Untuk itu, tambahnya, agar bisa menumbuhkan saling percaya diperlukan seorang mediator. Wapres menuturkan, saat melakukan kontak telepon dengan mantan Presiden Finlandia yang merupakan Ketua Crisis Managemen Inisiatif (CMI) Martti Ahtisaari. Saat itu, kata Wapres, Martti meminta surat mandat untuk menjadi mediator. "Saat itu Martti minta surat mandat. Saya bilang oke saya berikan sekarang juga. Martti minta tertulis, ya sudah saya kirim SMS. Nah itu tertulis juga," kata Wapres yang disambut tertawa ratusan hadirin yang hadir dalam peluncuran buku karya pengamat politik Fachri ali itu.(*)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2008