Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah melalui sidang itsbat menetapkan awal Ramadhan 1429 H jatuh pada Senin, 1 September 2008. Ketetapan itu dituangkan dalam Surat Keputusan Menteri Agama No 118 Tahun 2008 yang ditandatangani 31 Agustus 2008. "Kita ingin mempercepat persatuan dan kesatuan," kata Menteri Agama (Menag) Muhammad Maftuh Basyuni, saat memimpin sidang itsbat di kantor Departemen Agama, Jakarta , Minggu (31/8). Sidang itsbat tersebut dihadiri Menteri Komunikasi dan Informatika M. Nuh, Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof DR KH Anwar Ibrahim, Wakil Ketua Komisi VIII Said Abdullah, pimpinan ormas-ormas Islam, perwakilan negara sahabat, dan anggota Badan Hisab dan Rukyat Depag. Ketua Badan Hisab dan Rukyat, Muchtar Iljas yang menyampaikan hasil pemantauan di seluruh Indonesia, menyebutkan bahwa perhitungan data hisab yang dihimpun oleh Direktorat Jendral Bimas Islam dari 27 titik pemantauan di seluruh Indonesia menyatakan bahwa ijtima akhir Syaban 1429H/2008 M jatuh pada Minggu, 31 Agustus 2008, pukul 02.59 WIB. "Saat matahari terbenam pada tanggal tersebut di seluruh Indonesia, posisi hilal berada di atas ufuk pada ketinggian 4 derajat sampai 5 derajat," kata Muchtar yang juga Direktur Urusan Agama Islam Depag. Dari hasil rukyatul hilal itu, lanjut Muchtar, ada empat lokasi yang menyatakan melihat hilal (bulan baru), yaitu di Gresik, Jawa Timur, Pantai Depok, Bantul, Yogyakarta, Gunung Sugih, Lampung Barat, dan Jakarta Barat. "Berdasarkan laporan itu maka dapat disepakati bahwa 1 Ramadhan jatuh pada hari Senin, 1 September 2008," kata Menag Maftuh. Menanggapi pandangan Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah dan LAPAN, Menteri Agama agar dibentuk kriteria yang sama dalam penentuan awal Ramadhan, 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah mengatakan, pihaknya sedang berupaya membentul Lujnah Daimah atau panitia permanen yang menghimpun seluruh unsur wakil ormas Islam, serta dari Depkominfo. "Insya Allah dengan Lujnah Daimah, kesulitan dapat diselesaikan," kata Maftuh. Sementara Ketua Laznah Falaqiah NU, Ahmad Gozali Masruri mengatakan, sejak NU ada pedoman yang dipakai adalah rukyatul hilal didukung oleh data hisab. "NU bisa saja memprediksi 10, 100 tahun," ujarnya seraya membantah anggapan bahwa ahli rukyat tidak bisa menghitung almanak. Sedangkan pengurus Muhammadiyah, Ma`rifat Iman mengatakan, meski terkadang ada perbedaan, pihaknya tidak menghendaki terjadinya itu. "Insya Allah dengan berbagai pertemuan ada kesepakatan dalam menyamakan kriteria," ujarnya. Anggota LAPAN, Jamaluddin merasa khawatir dalam penentuan awal Ramadan dan 1 Syawal yang sering terjadi perbedaan. Tapi pada tahun ini menghasilkan kesimpulan yang sama,"Kalau kriterianya masih seperti ini, tahun depan bisa terjadi perbedaan," ujarnya. Menteri agama Maftuh Basyuni pada kesempatan itu juga menambahkan bahwa semua pihak ingin mempercepat kesatuan dan persatuan di antara ormas Islam yang ada dengan segera membentuk Lujnah Da`imah atau panitia permanen yang menghimpun seluruh perwakilan ormas-ormas Islam termasuk Kominfo dan orang-orang yang dianggap perlu. "Sewaktu Wapres tahun lalu mengumpulkan dua ormas besar, NU dan Muhammadyah, perbedaan itu bisa diatasi," papar Menag. Sementara itu Ketua Lajnah Falakiah PB NU, Ahmad Ghazalie Masroeri mengimbau pada seluruh umat Muslim di seluruh Indonesia bahwa ini semua merupakan hikmah yang paling dalam untuk meningkatkanibadah dan ikhuwah. "Kami harap dengan kesamaan Ramadan ini maka kita semua bisa sama-sama menjaga ukhuwah Islamiyah dan ukhuwah wathoniyah. Ke depan, kami juga berharap kita bisa bersama-sama terus seperti ini," papar Ghazalie. Pada kesempatan yang sama, anggota Majelis Tarjih PP Muhammadiyah Ma`rifat Iman mengungkapkan bahwa sebetulnya baik Muhammadiyah maupun NU selalu ingin mengawali dan mengakhiri bulan Ramadan bersama-sama. Hanya saja persoalan-persoalan yang lalu, memang dibutuhkan waktu dan mudah-mudahan dalam pertemuan-pertemuan yang terus kita lakukan dan sepakati, hal-hal seperti itu bisa kita atasi bersama.(*)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2008