Surabaya (ANTARA News) - Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) minta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelidiki dugaan penyelewengan izin impor gula rafinasi dan raw sugar yang merugikan negara dalam jumlah besar. "Kami (APTRI) sepakat bekerjasama dengan KTNA (Kontak Tani Nelayan Andalan) untuk melaporkan masalah ini kepada KPK agar segera diambil tindakan hukum," kata Ketua Umum APTRI PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI, M Arum Sabil, di Surabaya, Selasa. Arum Sabil juga meminta Kapolri Jenderal Sutanto menegakkan aturan yang berlaku terkait peredaran gula rafinasi yang menyalahi ketentuan itu. "Saat masih menjabat Kapolda Jatim, Pak Sutanto pernah membantu APTRI dalam menangani peredaran gula ilegal. Kami berharap kenangan manis itu bisa kembali terulang," kata Arum. Arum Sabil mengungkapkan adanya sindikat kuat yang melibatkan pejabat negara dan oknum-oknum tertentu dalam peredaran gula rafinasi. "Kalau tidak ada sindikat, tidak mungkin gula rafinasi bisa beredar luas di pasaran. Padahal, aturannya sudah jelas, bahwa gula rafinasi hanya untuk industri makanan dan minuman, bukan untuk gula konsumsi," tambah Arum. Arum bersama sejumlah pengurus APTRI telah mendatangi sejumlah departemen terkait, seperti departemen perdagangan, pertanian, perindustrian, bahkan kantor Menko Perekonomian untuk menyelesaikan masalah ini. "Tapi semua departemen itu saling lempar tanggung jawab soal keluarnya izin impor gula rafinasi. Kami butuh ketegasan dari pemerintah secepatnya agar nasib petani tebu terselamatkan," ujar anggota Dewan Gula Indonesia (DGI) ini. Data yang dirilis APTRI menyebutkan jumlah gula beredar di pasaran dalam negeri tahun ini mencapai 6,5 juta ton. Jumlah itu terdiri dari stok awal Januari 2008 sebanyak 1,06 juta ton ditambah produksi tahun ini sekitar 2,8 juta ton. Dari jumlah itu masih ditambah 1,8 juta ton produksi pabrik gula rafinasi berbahan baku raw sugar dan 800 ribu ton impor oleh industri makanan dan minuman. Konsumsi nasional 2008 diperkirakan sekitar 3,9 juta ton, sehingga hingga akhir tahun ini terdapat surplus gula lebih kurang 2,6 juta ton. Maraknya peredaran gula rafinasi yang dijual bebas sebagai gula konsumsi, mengakibatkan harga gula lokal anjlok dan memunculkan protes kalangan petani tebu di berbagai daerah. Tidak sekedar melakukan demo, petani juga membakar lahan tebu siap panen dan mendongkel tanaman hingga rusak serta membuang gula ke jalanan. "Aksi bakar tebu dan pendongkelan tanaman akan terus berlanjut sampai ada ketegasan dari pemerintah dalam mengatasi masalah ini," tegas Arum Sabil. Corporate Secretary PTPN XI, Adig Suwandi yang dihubungi terpisah mengatakan aksi bakar dan perusakan tanaman tebu akan berdampak terhadap kelangsungan produksi pabrik gula. "Program swasembada gula akan terancam dan petani juga kemungkinan besar beralih ke tanaman lain, kalau kondisi pergulaan masih seperti ini," katanya. (*)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2008