Denpasar (ANTARA News) - Kemampuan dan keahlian pria berpenampilan sederhana itu, tidak diragukan dalam menciptakan karya seni yang inovatif dan dapat dinikmati pencinta di belahan dunia, yang tetap berpegang pada akar seni budaya Bali. Tidak terhitung jumlahnya, puluhan bahkan ratusan karya cipta gending-gending instrumen musik tradisional Bali (gamelan) maupun kolaborasi dengan musik dunia lahir dari sentuhan tangan terampil I Wayan Sinti, MA (65), pria kelahiran Banjar Binoh, Peguyangan, Denpasar 1 Januari 1943. Dua karya paling monumental yang sanggup dikolaborasi dengan musik-musik dari berbagai negara di belahan dunia itu oleh perintis dan pendiri Sanggar Manika Santi masing-masing diberi judul Manika Santi dan Siwa Nada. Gamelan Ciwa Nada berhasil diciptakannya saat menjadi dosen di University of Washington School of Musik Amerika Serikat tahun 2005 dan gamelan Manika Santi tahun 1994 ketika masih berstatus guru Sekolah Menengah Kerawitan Indonesia (SMKI) Bali yang kini berubah status menjadi Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 3 Sukawati, Gianyar. Gamelan Ciwa Nada merupakan kombinasi antara tari gambuh dan gamelan gambang seperti yang pernah ditampilkan dalam berkolaborasi antara mahasiswa AS-seniman Bali dalam meriahkan Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-30 Juni lalu. Perangkat gamelan yang terdiri atas sebelas instrumen antara lain kendang, gong, ceng-ceng dan seruling mampu sebagai penghubung melodi dengan musik-musik dari berbagai negara. Suami dari Tjok Istri Nilawati itu sudah beberapa kali berkolaborasi dengan musik dunia antara lain mengiringi garapan sendratari Ramayana versi India dengan iringan gamelan Bali. Lewat garapan kolaborasi dua kesenian yang berbeda latarbelakang dapat menyatu dalam bingkai yang harmonis. Ayah empat putri dan seorang putra itu juga menciptakan gending-gending gamelan Bali Ratna Wijaya (1970), tabuh Walisanti (1976), geguritan Caruk (1978), geguritan Wilet Mayura (1982), geguritan Silih Asih (1983), tabuh Dharma Putri (1983), tabuh Stri Sadhu (1983), tabuh Ciwa Nada (1983), tabuh Kartini (1984) dan tabuh Sri tanjung (1988). Selain itu juga tabuh kreasi Supraba Duta (1990), tabuh Lelambatan Lokaria (1993), tabuh Gegilak Madu Arsa (1989), geguritan Malat (1993), Sandya Gita Keduhung (1994), gamelan Manikasanti (1994) serta karya-karya bersama gending-gending sendratari dan kreasi blaganjur. Cetak seniman Wayan Sinti yang pernah mengajar pada sebelas perguruan tinggi seni di Amerika Serikat memiliki keahlian khusus dalam memainkan aneka jenis alat gamelan Bali. Keahlian itu dengan senang hati ditularkan kepada puluhan sekaa kesenian di Bali maupun dengan gigih mengajarkan kepada warga negara asing yang tertarik memdalami tabuh dan tari Bali lewat lembaga pendidikan formal. Wisatawan mancanegara dalam menikmati liburan di Pulau Dewata sangat tertarik pada seni budaya Bali. Rasa ketertarikannya lambat laun berubah menjadi "cinta" untuk mendalami seni dan budaya Bali. Wayan Sinti bersama istrinya dengan senang hati melatih para turis, termasuk mahasiswa asing yang sedang belajar di Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar untuk belajar tabuh dan tari Bali. Tidak terhitungkan jumlahnya, entah berapa puluh warga negara asing yang sempat dibina untuk mempelajari tabuh dan tari Bali. Turis yang sudah jatuh cinta pada seni budaya Bali tidak ragu-ragu untuk mempelajarinya. Setiap bulan ada saja warga negara asing yang belajar menabuh dan menari yang datang langsung ke sangarnya sekaligus rumah tempat tinggal di kawasan Gatot Subroto Timur Denpasar. Turis yang mencintai seni dan budaya Bali umumnya tetap memilih Bali sebagai tempat berlibur, sekaligus bisa mendalami seni budaya yang selama ini menjadi daya tarik Pulau Dewata. Chieko Komatsu (35), wanita kelahiran Shiga, sebuah propinsi di Jepang Selatan misalnya lewat pendidikan formal, yakni ISI Denpasar dengan serius belajar tabuh dan tari Bali, disamping gesit melatih diri ke sejumlah seniman andal di Bali, dengan harapan lebih cepat bisa menirukan dan menguasai gerak tari Bali. Ia mengaku selama bertahun-tahun belajar tabuh dan tari Bali serta bergaul dengan masyarakat setempat mengaku sangat terkesan dengan penduduk Bali yang begitu ramah dan selalu punya waktu melestarikan seni budayanya. Menari dan menabuh bagi orang Bali merupakan bagian dari kehidupan yang dilakoni sehari-hari, karena tidak bisa lepas dari pelaksanaan upacara agama. Wayan Sinti, seniman serba bisa merupakan salah seorang sosok yang banyak berperan di balik keberhasilan warga negara asing dalam menguasasi tabuh dan tari Bali. Ia bersama istrinya Tjok Istri Nilawati kembali mendapat kesempatan untuk mengajar tabuh dan tari Bali di Universitas Toronto Kanada. Salah satu Universitas bergengsi di tingkat internasional yang memiliki 45.000 mahasiswa dari berbagai negara, termasuk yang khusus mempelajari tabuh dan tari Bali. Sinti yang pernah mendapat anugrah Seni Dharma Kusuma, penghargaan tertinggi dalam bidang seni dari Pemerintah Propinsi Bali menuturkan, kontrak mengajar tabuh dan tari Bali di Kanada berlangsung selama empat bulan hingga akhir Desember 2008. "Saya hanya khusus mengajar tehnik dan teori mengenai aneka jenis gamelan Bali, sedangkan istri mengajar tari," tutur dari sejumlah cucu dari putrinya yang telah membentuk rumah tangga. Kesempatan mengajar di University Taronto Kanada kali ini merupakan kesebelas kalinya menularkan keahlian dan keterampilan bidang gamelan Bali kepada sejumlah perguruan tinggi maupun kelompok kesenian Bali di mancanegara sejak tahun 1974. Khusus untuk University Toronto Kanada kali ini merupakan yang kedua, karena sebelumnya selama setahun 2006 telah pernah mengajar aneka jenis gamelan Bali. Sebelumnya pernah mengajar eneka jenis gamelan Bali di University Bribish Colombia, University of Washington (2004-2006), University Berkeley dan grup gamelan Sekar Jaya Amerika Serikat (1996-1997) dan San Diego State University (1979-1981 dan San Fransisco State University (1978-1979). Upaya menularkan keterampilan dalam bidang tabuh dan tari kepada seniman dalam dan luar negeri diharapkan mampu memelihara keajegan (kekokohan) Bali, sekaligus memperkenalkan seni budaya Bali ke mancanegara.(*)

Oleh Oleh I Ketut Sutika
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2008