Jakarta (ANTARA News) - Sebanyak 32 asosiasi terkait baja akhirnya menggabungkan diri dalam satu asosiasi yaitu "The Indonesia Iron and Steel Industry Association" (IISIA), guna memperlancar komunikasi dengan pihak eksternal, termasuk pemerintah. "Dengan adanya asosiasi ini diharapkan dapat memberi input-input juga untuk pemerintah. Kita sebagai partner pemerintah dapat memberi input terkait adanya kebijakan baru," kata salah satu Ketua IISIA, Ismail Mandry, di Jakarta, Senin. Dia mengatakan, target enam bulan ke depan dari kinerja asosiasi ini adalah menginventarisir masalah di industri baja hulu hingga hilir. Menurut dia, selama ini kepentingan masing-masing industri baja yang sebelumnya tergabung sebagai anggota Gabungan Perusahaan Besi Baja Indonesia (Gapbesi) sering tidak sinkron dan bahkan bertolak belakang. Selama ini beberapa hal terkait kasus antidumping, penerapan Standarisasi Nasional Indonesia (SNI), harmonisasi tarif, dan "Free Trade Agreement" (perjanjian perdagangan bebas), menurut dia, masih sering tidak sinkron diantara para anggotanya. Sementara itu, Direktur Eksekutif IISIA, Hidajat Trisaputra mengatakan, prospek bisnis baja di Indonesia sangat baik, mengingat konsumsi baja per kapita baru mencapai Rp30.000 per kilogram. Namun demikian, dia mengatakan, perlunya pengaturan pasar baja lokal menjadi penting. Selain itu utilisasi industri baja perlu diperbaiki, juga harmonisasi tarif yang selama ini masih dinilai belum ideal. (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2008