Gorontalo (ANTARA News) - Birokrasi berbelit-berbelit dituding menjadi penyebab tertundanya ekspor sapi Provinsi Gorontalo ke Malaysia untuk kesekian kalinya. Halim Usman, Direktur PT. Gorontalo Fitrah Mandiri, BUMD yang mengurusi hal tersebut mengemukakan, pada dasarnya ekspor sapi yang diminta oleh Duta Sierra Malaysia itu, sudah siap dilakukan oleh pihaknya. "Tapi lagi-lagi harus terhambat, karena pihak karantina hewan Gorontalo, meminta surat izin yang telah habis masa berlakunya pada 26 juni yang lalu, harus diperpanjang terlebih dahulu," jelasnya. Padahal, menurutnya perpanjangan tersebut tidak perlu dipersoalkan lagi, karena pihaknya juga telah memegang rekomendasi penguat lainnya, yang dikeluarkan oleh departemen perdagangan RI. Dia mengatakan, akibat harus mengurus perpanjangan izin birokrasi yang memakan waktu hingga setengah bulan itu, maka ekspor sapi ke Malaysia itu, paling lambat baru bisa dilakukan pada empat Desember mendatang. Dia mengkhawatirkan, tertundanya kembali ekspor sapi potong itu, hanya akan menambah kekecewaan pihak Malaysia, yang sudah menunggu pengiriman sapi tahap pertama sebanyak 500 ekor tersebut, dari target keseluruhan Provinsi Gorontalo, sebanyak 20 ribu ekor. Sementara itu, Dinas Perkebunan dan Peternakan (Disbunnak) Provinsi Gorontalo, selaku pihak yang berkoordinasi dengan karantina hewan di wilayah itu, menjelaskan bahwa perpanjangan rekomendasi itu mutlak dibutuhkan, sebagai pertanggungjawaban menyeluruh ke depan. "Siapa yang berani tanggung jawab nantinya, jika terjadi apa-apa pada sapi-sapi itu, yang misalnya terjangkit penyakit begitu tiba di Malaysia," kata Kepala Disbunnak, Deni Latama. Selain itu, Deni malah membeberkan hasil temuannya setelah melihat keberadaan ratusan ekor sapi itu di tempat penampungannya, yang menurutnya kurang dirawat oleh pihak BUMD. Untuk itu dia menyarankan, agar pihak BUMD menyewa tenaga ahli yang khusus merawat sapi-sapi yang diminta oleh Malaysia untuk memenuhi kebutuhan pokoknya itu, karena selama ini hal tersebut masih dibebankan pada pihaknya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2008