Jakarta, (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak menentukan tenggat waktu kepada tim renegosiasi Tangguh untuk membicarakan perbaikan kontrak gas alam cair (LNG) dengan Pemerintah Provinsi Fujian, China. "Tidak ada batas waktu dari kerja tim ini," kata Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa, di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Selasa. Menurut Hatta, Presiden hanya menyampaikan kepada tim negosiasi itu agar mengemban tugas penuh tanggung jawab, tidak dikaitkan dengan politik dan jangan sampai terjadi konflik kepentingan. Ketua tim negosiasi Tangguh, Pelaksana Tugas Menko Perekonomian, Sri Mulyani, membenarkan bahwa Presiden tidak memberi batas waktu kepada tim yang dipimpinnya. Ia menolak membeberkan lebih lanjut tentang langkah yang akan diambil oleh tim sebelum melakukan pendekatan dengan Pemerintah Provinsi Fujian. "Itu nanti yang dinegosiasikan, saya tidak bisa bicarakan sekarang," ujarnya. Presiden Yudhoyono dalam arahannya kepada tim renegosiasi meminta agar tim tersebut tidak banyak bicara dan banyak bekerja. Tim yang resmi bekerja sejak melapor kepada Presiden pada Selasa 16 September 2008 ini, terdiri atas sembilan orang, diketuai oleh Sri Mulyani. Dua menteri lain, yaitu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro dan Meneg BUMN Sofyan Djalil berperan sebagai nara sumber dalam tim tersebut. Sebagai sekretaris yaitu Sekretaris Menko Perekonomian Edy Abdul Rahman, sedangkan anggota terdiri atas lima orang, yaitu staf khusus Menko Perekonomian Mohammad Ikhsan, Dirjen Minyak dan Gas Bumi Evita Legowo, Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi R Priyono, Komisaris PT Pertamina Umar Said, dan Duta Besar RI untuk China, Sudrajad. Menurut Mensesneg, jabatan narasumber dalam tim itu dibutuhkan untuk segala keperluan terkait soal Tangguh. "Masalahnya itu bisa ditanyakan kepada dua menteri ini, ESDM dan BUMN. Apakah diperlukan adanya sebuah `policy`, dokumen. Ada yang terkait dengan masalah Pertamina itu nanti berkaitan dengan menteri ini," jelas Hatta. Menurut Mensesneg, masalah seperti itu berada dalam kewenangan dua menteri berperan sebagai narasumber yang dapat membantu tim memberikan keputusan.(*)

Editor: AA Ariwibowo
COPYRIGHT © ANTARA 2008