Seoul (ANTARA News)- Korea Utara (Korut), Selasa, mengecam latihan militer gabungan AS-Korea Selatan (Korsel), di tengah laporan jet-jet Korut sendiri melakukan pelatihan bulan ini. Militer Korut akan memperkuat kemampuan tempurnya dan menghukum tanpa ampun " para agresor," kata kantor berita AFP mengutip kantor berita Korut, KCNA (Korean Central News Agency) dalam sebuah komentarnya. "Angkatan bersenjata revolusioner kami tidak akan pernah tinggal diam dalam menghadapi rencana provokasi perang yang nekad oleh imperialis AS dan kelompok Lee Myung Bak. "Komentar itu disiarkan suratkabar-suratkabar penting Korut, kata kantor berita itu yang sering mengecam Presiden Korsel Lee yang konservatif.. Komentar itu menuduh Washington dan Seoul merusak perdamaian dan keamanan di semenanjung Korea dengan mendorong hubungan antara Korea pada "satu malapetaka yang tidak dapat diubah ". Korut secara rutin menyebut pelatihan yang melibatkan pasukan AS dan Korsel sebagai satu persiapan bagi invasi, sementara AS dan Korsel mengatakan pelatihan hanya untuk tujuan pertahanan. Negara komunis itu meningkatkan pelatihan militer sejak Lee berkuasa Februari lalu. Pemimpin Korsel itu berjanji akan mengambil sikap yang lebih keras dalam hubungan lintas perbatasan. Perjanjian perlucutan senjata nuklir antara enam negara juga goyah, dengan Korut sedang bersiap-siap untuk memulai kembali kegiatan reaktornya yang menghasilkan plutonium. Dan ada ketidak psstian tentang kesehatan pemimpin Korut Kim Jong Il, setelah para pejabat Korsel melaporkan ia sedang dalam penyembuhan setelah mengalami stroke. Kantor berita Korsel mengatakan pesawat-pesawat tempur Korut termasuk MiG-21 melakukan pelatihan besar-besaran bulan ini di lepas pantai barat dekat perbatasan dengan China. Kementerian pertahanan menolak memberi komentar mengenai berita itu. Tetapi seorang pejabat militer mengemukakan kepada AFP: "Tahun ini pasukan Korut telah melancarkan lebih banyak pelatihan ketimbang sebelumnya." Kedua Korea secara teknis tetap dalam perang karena perang mereka tahun 1950-1953 diakhiri hanya dengan gencatan senjata dan bukan perjanjian perdamaian. Sekitar 28.500 tentara AS ditempatkan di Korsel untuk menghadapi setiap serangan. (*)

Pewarta: muhaj
COPYRIGHT © ANTARA 2008