New York (ANTARA News) - Indonesia menganggap perlu dilakukannya demokratisasi di tubuh Dewan Keamanan, diantaranya menghentikan penyalahgunaan hak Veto oleh anggota tetap Dewan. "Penyalahgunaan Veto oleh anggota tetap Dewan Keamanan hingga melumpuhkan Dewan secara keseluruhan, jangan lagi diperbolehkan," kata Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda ketika menyampaikan pernyataan Indonesia pada sidang ke-63 Majelis Umum PBB di Markas Besar PBB, New York, Sabtu. Demokrasi adalah salah satu aspek yang disorot Indonesia di ajang tersebut selain krisis pangan dan perubahan iklim. Hassan menyampaikan, kedaulatan negara harus dilindungi jika dunia menginginkan adanya semangat demokrasi dalam hubungan internasional. "Ini penting, karena tanpa demokrasi, sebuah organisasi dunia seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak akan efektif," kata Hassan. "Tentu saja, kegagalan Dewan Keamanan dalam menghadapi berbagai tantangan menyangkut keamanan global saat ini adalah disebabkan karena Dewan belum cukup demokratis," katanya lagi. Atur Veto Menlu mengatakan bahwa untuk membuat Dewan Keamanan sebagai lembaga yang lebih demokratis, penggunaan kekuatan Veto oleh anggota DK-PBB harus dilakukan pengaturan. Saat ini hanya lima negara anggota Dewan Keamanan yang memiliki hak Veto, yaitu para anggota tetap yang terdiri atas Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Rusia dan China. Demokrasi di tubuh Dewan Keamanan, menurut Indonesia, juga berarti adanya pembagian keanggotaan secara seimbang, yaitu tidak hanya keterwakilan secara geografis. "Karena itu, peradaban dunia mayoritas harus terwakili. Masyarakat muslim dunia yang populasinya mencapai 1,1 miliar orang harus juga terwakili di Dewan Keamanan kalau Dewan benar-benar demokratis," kata Hassan. Perlunya demokratisasi juga dirasakan Indonesia untuk tingkat kawasan. "Di ASEAN, kami telah memberi perhatian terhadap hal ini... Kami mengubah ASEAN menjadi sebuah masyarakat yang berkomitmen untuk memajukan demokrasi dan hak asasi manusia," katanya. Berkaitan dengan itu, Menlu Hassan mengungkapkan Indonesia pada Desember 2008 akan meluncurkan Bali Democracy Forum yang terbuka untuk diikuti oleh negara di Asia dan Pasifik untuk saling berbagai pengalaman dalam memajukan demokrasi. Krisis Pangan Di bagian lain pernyataannya, Menlu mengingatkan dunia krisis pangan dunia saat ini merupakan masalah yang benar-benar serius. "Saya tidak melebih-lebihkan: menurut FAO, harga-harga makanan akan terus tinggi selama tiga atau lima tahun ke depan," katanya. Ia juga memaparkan bahwa persediaan beras telah jatuh ke tingkat terendah sejak pertengahan tahun 1970-an. Persedian terigu juga menurun tajam ke titik terendah sejak 1948. Di berbagai belahan dunia, ujar Hassan, kebutuhan terhadap pangan sudah sangat mendesak, terlihat antara lain dari terjadinya sejumlah kerusuhan berkaitan dengan isu pangan di beberapa negara di Timur Tengah, Afrika, Asia dan Karibia. Di 33 negara, saat ini bahaya mengancam berupa potensi terjadinya kerusuhan berlatar belakang sosial dan politik karena kelaparan yang melanda negara tertenu. "Kita harus dengan penuh semangat menanggulangi masalah ketidakkokohan pangan global. Kalau tidak, krisis pangan akan mengancam perdamaian di negara-negara berkembang dan di kantong-kantong kemiskinan di negara-negara yang sudah maju," kata Hassan. (*)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2008