Jakarta (ANTARA News) - Deputi Senior Bank Indonesia (BI), Miranda S Goeltom, mengatakan, pihaknya menyiapkan perangkat dukungan likuiditas (liquidity support) untuk membantu likuiditas perbankan dalam keadaan darurat. Miranda dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat, mengatakan, dukungan likuiditas tersebut nantinya akan menerima jaminan yang berkualitas tinggi lainnya selain surat berharga yang cair. "Dulunya, bentuk paper (surat berharga) yang bisa diterima hanya semacam SUN dan SBI, sekarang kita perluas dalam aset-aset berkualitas tinggi lainnya. Tidak terlalu likuid begitu. Misalnya, kalau saya gedung misalkan beraset tinggi artinya tempatnya jelas, harganya jelas, sertifikatnya jelas, semuanya jelas itu bisa kita terima," katanya. Menurut dia, saat ini, pihaknya masih menyelesaikan detail peraturan tersebut. "Kriteria-kriterianya nanti akan dibahas lebih detail lagi ya, tetapi pokoknya rambu-rambu besarnya telah ditetapkan kriterianya tidak Perppu, detailnya tidak di Perppu, di Perppu cuma secara luas," katanya. Ia menegaskan, bantuan likuiditas tersebut bukanlah bail out. "Liquidity support itu bukan bail out namanya, liquidity support itu hanyalah pada saat bank mengalami kesulitan likuditas, kalau kemudian setelah kesulitan likuiditas ada masa krisis itu ada peraturannya di Perppu mengenai JPSK, disitu aturannya lain lagi, tetapi sama juga colateralnya yang bisa diterima itu apa menjadi sangat penting," katanya. Ia mengatakan, tindakan tersebut merupakan salah satu antisipasi dari kondisi perekonomian yang darurat saat ini. "Di Undang-undang BI kan definisinya sangat strik karena semua keadannya normal dan itu tidak bisa dipakai (keadaan darurat)," katanya. Ia menambahkan, di hampir semua negara saat ini tengah melakukan perluasan colateral untuk perbankan. "Berbagai negara melakukan berbagai bentuk tetapi sama melakukan bentuk perluasan colateral yang bisa diterima," katanya. Sementara itu, Kejaksaan Agung dan Pihak Kepolisian menyatakan siap mengawasi dan mengawal kebijakan tersebut agar tidak terjadi pelanggaran.(*)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2008