Oleh Bob Widyahartono Jakarta (ANTARA News) - M. Lutfi, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dalam sidang World Economic Forum (WEF) secara meyakinkan memberi pernyataan kepada para peserta sidang bahwa iklim investasi di Indonesia makin kondusif. Pernyataan ini, patut ditindaklanjuti tidak hanya buat BKPM Pusat, tetapi di daerah potensial, serta kedutaan kedutaan di negara sahabat, sebut saja di Jepang, Korea Selatan, Uni Eropa (UE), Inggris dan kawasan Timur Tengah. Dengan melibatkan para pengusaha secara riil dengan matangnya "rencana dan program", termasuk pemutahkiran sarana hubungan masyarakat (Public Relation/PR). Perlu kerja tim (team work) dan jaringan kerja (networking) digarap dalam arti dengan berbagai jalan pintas dari awal sampai implementasi dalam menyamaikan informasi, seperti tax holidays yang jelas (ada atau tidak), pengurusan izin, dengan mendayagunakan teknologi informasi (Internet). Perlu secara teratur mendatangi kamar dagang dan industri negara sahabat yang melibatkan kekompakan tim yang kapabel sekaligus profesional. Dengan pengamatan yang tumbuh di Asia Timur, maka perlu pemahaman bahwa sejak awal 1990an muncul paradigma bahwa industrialisasi berorientasi ekspor merupakan strategi yang lebih baik dan bukan substitusi impor. Memang strategi orientasi ekspor oleh pendekar ekonom dan pembuat kebijakan ekonomi pembangunan awalnya dianggap tidaklah masuk akal (unthinkable). Tahapan dan jenis kebijakan industrialisasi yang diperkenalkan klasifikasinya oleh Edward K.Y. Chen (Chen, Edward K.Y. (1988), The economics and Non Economics of Asia’s Four Little Dragons”, Inaugural Lecture, University of Hongkong; Edward K.Y. Chen (1997): The Asia Model of Economic Development: Policy Implication for the 21st Century "Institute of Developing Economies", Tokyo, Japan) dikemukakan sebagai berikut: 1. Import Substitution 1 (IS 1), 2. Import substitution 2 (IS2), 3. Export Orientation 1 (EO1), 4. Export Orientation 2 ( EO 2), Semua tahapan yang dikemukakan Chen mengacu dari proses memerlukan produksi dasar berorientasi kebutuhan konsumen sekaligus untuk menumbuhkan industri, sampai dengan mengekspor produksi barang bermuatan teknologi yang nilainya tinggi. Salah satu wanti-wantinya adalah mengenai perdagangan international dan khususnya pergerakan faktor (factor movements) yang tergantung pada apa yang disebutnya "piranti keras" dan "piranti lunak" dari kaitan internasional. Sisi "piranti keras" termasuk infrastruktur transpor dan komunikasi yang diperlukan untuk koordinasi kegiatan produksi dan perdaganagan. Bagi Indonesia, maka wanti-wanti tersebut tidaklah mungkin diwujudkan dengan melakukan "lompatan tanpa mengalami pertumbuhan berkesinambungan" (impossible to leapfrog)Oleh karena itu, mengadopsi kebijakan kebijakan yang tepat merupakan kondisi/syarat yang penting bagi keberhasilan proses pembangunan ekonomi di negeri ini. Kondisi yang pernting adalah suatu kerangka kerja institusional yang mendorong kebijakan kebijakan tersebut dengan menyadari faktor faktor institusional seperti budaya dan budaya politik. Bentuk penanaman modal Pengamatan pengalaman negara negara Asia Timur menunjukkan bahwa PMA (Penanaman Modal Asing) dapat menggerakkan pembangunan ekonomi. Kenyataan ini membuktikan adanya keterkaitan antara perdagangan dengan PMA yang membuktikan komplementaritasnya perdagangan dengan investasi. Masih banyak ekonom makro di negeri ini yang meragukan komplementaritas tersebut dengan pertanyaan kuantitatif: berapa dolar dapat diprediksi sebagai perolehan arus perdagangan dari satu dollar penanaman modal atau investasi? Berbagai bentuk investasi seperti menjadi opsi para investor, yakni: 1. Labour seeking: Atas dasar keunggulan komparatif negara tuan rumah dalam arti besarnya pasar negara tuan rumah. Bila pasarnya terbatas, maka tujuan investasi adalah menggerakkan ekspor, dan bila pangsa pasarnya luas, maka awalnya adalah men-sbustitusi impor. 2. Resource seeking: PMA yang terlibat lebih memberi tekanan untuk ekspor, dengan meng-eksploitasi sumber daya (resource endowments) optimal, dengan fokus utama pada menggerakkan perdagangan, negara tuan rumah memberlakan pembatasan pembatasan demi keamanan nasional (national security restrictions). 3. Component-outsourcing, atas dasar keunggulan teknologi yang dimiliki perusahaan yang melakukan investasi. 4. Horizontal type, untuk menghasilkan produk produk yang dibedakan dalam pasar oligopolistik dengan peluang memperoleh keuntungan yang meningkat, dengan cara intra-industri dan intra-firm trade. 5. Service related, yang terjadi dalam industri yang tergolong non-traded yang berdampak keunggulan absolut begara tuan rumah dengan meningkatkan prodktivitas modal, dan sebagai masukan strategis untuk meningkatkan kemampuan sektor ekspor negara tuan rumah . Bentuk bentuk investasi di atas itu kebanyakan adalah bersifat menggerakkan perdagangan (trade promoting) justru karena perekonomian negara tuan rumah kapasitasnya adalah lebih kecil dibandingkan negara yang melakukan investasi. Keterkaitan antara perdagangan dan investasi dalam tingkatan ekonomi mikro (microeconomic level) perlu dicermati dalam menarik investor dalam arti dampak penciptaan perdagangan yang digerakkan oleh adanya investasi. Sifat dan bentuk jaringan kerja antar perusahaan yang merupakan muara dari investasi makin berkembang: awal mulanya parent-subsidiary secara vertikal yang merupakan sifat dan bentuk diminati. Kemudian dalam perkembangan dengan pengalaman yang saling mendukung menjadi tidak terlalu bersifat menjadi inter-affliliate dengan otonomi yang makin besar oleh perusahaan-perusahaan tergolong subsidiaries. Di pihak Pemerintah, BKPM dan instansi terkait dan daerah yang mendukungnya perlu terus berupaya meningkatkan langkah stratetgis mengembangkan investasi dengan Undang Undang Penanaman Modal yang baru berlaku. Urgensi investasi sebagai salah satu tiang penopang pertumbuhan ekonomi adalah penting. Memang kita membutuhkan aspek keadilan dalam arti lebih luas meliputi kepentingan bangsa dan negara. Sebagai negara hukum, perangkat aturan yang tertuang dalam bentuk undang undang menjadi prasyarat mutlak. Dalam dunia investasi kepastian hukum yang tidak mudah ditafsirkan oleh pejabat secara sepihak harus menjadi acuan. Beberapa negara tetangga layaknya Malaysia, Thailand dan Vietnam yang gencar menarik calon investor secara tegas memberi insentif pajak, pengurusan izin tinggal manajemen dari negara asal investor, sehingga menjadi nilai plus yang menarik bagi para investor. Secara umum, peluang investasi untuk investor asing di Indonesia sangat banyak. Namun tidak berarti semua bidang bisa dimasuki investor asing . Ada beberapa bidang usaha yang masih tertutup bagi mereka. Pertimbangannya, pemerintah bermaksud melindungi pelaku logal untuk bidang bidang tertentu. Setiap investor yang berminat memasukkan dananya perlu memahami rambu-rambu. Jadi masih adanya DNI (Daftar Negatif Investasi) yang dapat diperoleh di BKPM. Sumber daya alam di negeri ini masih merupakan daya tarik tersendiri dibandingkan negara-negara sesama anggota Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dalam posisi ingin menjual Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM). Semestinya dapat menarik manfaat dari kesiapan peningkatan mutu infrastruktur, manusia, pengetahuan, dan sarana fisik. Namun, dewasa ini kesiapan itu masih belum memenuhi kebutuhan akan mutu profesionalisme dan good public governance dalam pelayanan investasi dengan memegang teguh peraturan yang tertuang dalam Undang-Undang Penanaman Modal (UUPM). Risiko dan peluang Mobilitas modal dan teknologi secara dramatis merubah cara negara-negara memasuki alur sistem produksi global. Bagi negara berkembang maupun maju perubahan perubahan demikian membawa resiko maupun peluang. Bagi Indonesia sebagai negara berkembang, terbuka peluang untuk berperan serta dalam produksi regional dan internasional dengan meningkatkan kesempatan kerja dan daya beli masyarakat. Tapi, resikopun dapat muncul dari kelemahan kebijakan dan arah gejala (trends) ekonomi kawasan regional. Lingkungan pasaran terus melaju memacu inovasi, spesialisasi dan diferensiasi produk. Disini dibutuhkan lingkungan baru dalam arti fleksibilitas kebijakan ekonomi atas dasar win-win yang wajar. Siapkah pihak bea cukai dengan, terutama, profesionalisme pejabat di daerah dalam tugas dan tanggung jawab menjadi peran kelancaran di pabean tanpa terjebak dalam mentalitas dengan membiarkan penyelundupan? Tantangan yang senantiasa harus dihadapi adalah mutu lembaga ekonomi yang memfasilitasi perubahan cepat dan secara luas menyebarkan maslahat budaya produktivitas. Masih cukup banyak masalah dalam perjanjian perjanjian dengan negara lain, dihadapi baik secara bilateral, sebut saja JIEPA (Japan Indonesia Economic Partnership Agreement) yang dimulai sejak 2003, namun baru ditandatangani 20 Agustus 2008. Penanaman Modal diharapkan tidak menjadi alat-alat tersembunyi yang dipergunakan pelaku perdagangan untuk memperkuat hak hak istimewa dan aset/kekayaan yang telah diterima oleh perusahaan perusahaan pihak investor. Oleh karena itu perlu kecermatan dalam negosiasi implementasinya terutama di daerah potensial, seperti Kawan Ekonomi Khusus yang tengah direncanakan realisasinya oleh Indonesia di berbagai daerah. Di satu sisi keahlian para perunding kita dengan dukungan tim ahli dalam merumuskan perjanjian , syaratnya kompetensi profesional oleh eselon menengah (middle management) sebagai praktik yang berproses merupakan tantangan tersendiri. Masyarakat di negeri ini harus sadar bahwa masih terungkap adanya SDM lapangan yang jauh dari memadai profesionalisme yang beretika sesuai tugas dan tanggung jawab untuk ikut berkiprah dalam proses implementasi , apalagi di daerah dan staf kedutaan Indonesia. Berbagai hal itulaj yang menjadi tantangan riilnya. Saatnya bebenah, dalam arti SDM yang tidak becus dan tidak sadar beretika sebaiknya digusur kebelakang dan tidak di front office. (*) *) Bob Widyahartono M.A (bobwidya@cbn.net.id) adalah pengamat ekonomi Asia Timur & Dosen Bisnis Internasional di Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara, Jakarta.

Oleh surya
Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2008