Jakarta (ANTARA News) - Pidato kekalahan pasangan calon presiden dan calon wapres yang semula menjadi bagian dari RUU tentang Pilpres ditiadakan dari karena adanya kekhawatiran forum itu justru untuk memprovokasi massa pendukung. Wakil Ketua Pansus RUU Pilpres DPR RI Andi Yuliani Paris di Gedung DPR/MPR Jakarta, Jumat, menjelaskan bahwa semula fraksi menganggap perlu ada pidato dari pasangan capres yang mengalami kekalahan. Hal itu untuk membangun sikap fair. Pidato kekalahan ini diilhami kebiasaan di Amerika Serikat (AS) dimana pasangan capres/cawapres diberi kesempatan menyampaikan pengakuan atas kekalahannya. "Tetapi kemudian fraksi-fraksi di DPR membahas lebih mendalam mengenai gagasan itu. Ada kekhawatiran forum penyampaian pidato kekalahan itu justru dimanfaatkan pasangan capres/cawapres yang kalah memprovokasi atau menggalang pendukungnya untuk menciptakan suasana yang tidak kondusif, katanya. Politisi PAN ini mengemukakan, semula maksud adanya pidato pernyataan kekalahan ini untuk menciptakan suasana kondusif dan cooling down. Tetapi ternyata masih ada keraguan dan kekhawatiran bahwa pasangan capres/cawapres memanfaatkannya bagi kepentingan pribadi atau menyampaikan kekecewaan yang bisa memicu emosi pendukungnya. Meski dijadwalkan selesai dan disahkan pada 22 Oktober 2008, masih ada beberapa hal yang belum dapat dituntaskan. Salah satunya menyangkut, perlu-tidaknya capres/cawapres mengundurkan diri dari jabatan ketua umum partai yang dipersoalkan beberapa fraksi. Fraksi yang menganggap perlu mundur berpendapat bahwa presiden adalah kepala pemerintahan dan kepala negara sehingga dengan tetap merangkap sebagai pimpinan partai, maka presiden mereduksi sendiri jabatan tersebut. Namun bagi fraksi yang berpendapat tak perlu mundur beralasan bahwa jabatan presiden adalah jabatan politik. Untuk menyelesaikan pro-kontra ini, Pansus kemudian membawanya dalam Raker dengan pemerintah sebelum 22 Oktober 2008. (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2008