Jakarta, (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat menahan enam tersangka kasus dugaan korupsi dalam proyek pengembangan sistem pelatihan dan pemagangan di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans). Keenam tersangka itu terdiri dari seorang mantan pejabat Depnakertrans dan lima pengusaha. Juru bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Jumat mengatakan, keenam tersangka itu diduga terlibat dalam dugaan korupsi pengadaan alat untuk sejumlah Balai Latihan Kerja (BLK). Mereka adalah mantan Sesditjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri (PTKDN) Depnakertrans Bachrun Effendi, Direktur PT Mulindo Agung Trikarsa, Mulyono Subroto, pengusaha Erry Fuad, Direktris PT Gita Vidya Hutama, Ines Wulanari Setyawati, Direktur PT Suryantara Purna Wibawa, Vaylana Dharmawan, dan Direktur PT Panton Pauh Putra Karnawi. Keenam orang tersebut dibawa menggunakan tiga mobil KPK, dan dititipkan di empat rumah tahanan (rutan), yaitu rutan Polres Jakarta Barat, rutan Polres Jakarta Timur, rutan Polres Jakarta Pusat, dan rutan Pondok Bambu. Ketika meninggalkan gedung KPK, mereka tidak bersedia memberikan keterangan kepada wartawan. Beberapa dari mereka berusaha menutupi wajah dan bergegas masuk ke dalam mobil tahanan. Proyek di Depnakertrans yang diperkirakan merugikan negara Rp 13,69 Miliar itu telah menyeret Kasubdit Pengembembangan Sistem dan Inovasi, Direktorat Produktivitas Ditjen Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas (Ditjen Latas) Depnakertrans Taswin Zein sebagai terdakwa. Berdasarkan surat dakwaan terhadap Taswin, proyek Pengembangan Sistem Pelatihan dan Pemagangan dijalankan dengan menggunakan Anggaran Belanja Tambahan - Daftar Isian Proyek (ABT-DIP) 2004. Sedangkan proyek Peningkatan Fasilitas Mesin dan Peralatan Pelatihan Sebagai Tempat Uji Kompetensi menggunakan Anggaran Belanja Tambahan Daftar Isian Kegiatan Suplemen (ABT-DIKS). Sebagai Pimpinan Proyek Pengembangan Sistem Pelatihan dan Pemagangan, Taswin telah melakukan penunjukan langsung kepada PT Mulindo Agung Trikarsa dan CV Dareta sebagai rekanan dengan anggaran sebesar Rp15 miliar. Taswin kemudian memerintahkan pembayaran, sehingga CV Dareta menerima Rp8,94 miliar dan PT Mulindo Agung Trikasa menerima Rp4,46 miliar. Pencairan tersebut tidak didasarkan pada bukti serah terima yang sah. Uang yang dicairkan oleh rekanan itu kemudian disisihkan sebagian untuk kepentingan pribadi terdakwa dan Bachrun Effendi. Sedangkan untuk proyek Proyek Peningkatan Fasilitas Mesin dan Peralatan Pelatihan Sebagai Tempat Uji Kompetensi yang bernilai Rp35 miliar, terdakwa menunjuk PT Panton Pauh Putra, PT Mulindo Agung Trikarsa, PT Suryantara Purna Wibawa, dan PT Gita Vidya Hutama sebagai rekanan. Tim JPU dalam surat dakwaan menyatakan, Taswin juga memerintahkan pencairan dana, meski belum ada penyerahan barang dari rekanan. Atas perintah pembayaran itu, PT Panton Pauh Putra menerima Rp6,25 miliar, PT Mulindo Agung Trikarsa memperolah Rp7,6 miliar, PT Suryantara Purna Wibawa mendapat Rp8,49 miliar, dan PT Gita Vidya Hutama mengantongi Rp8,93 miliar.(*)

Editor: AA Ariwibowo
COPYRIGHT © ANTARA 2008