Jakarta, (ANTARA News) - Gelombang krisis finansial global tidak akan mengguncang kinerja perbankan syariah di Tanah Air karena sistem dan mekanisme perbankan Syariah tidak mengenal bunga maupun volatilitas layaknya sistem perbankan umum. "Pada krisis 1998, sebagian besar bank nasional runtuh. Namun, ada bank umum syariah yang mampu bertahan dan tidak terpengaruh krisis. Ketahanan perbankan syariah bisa bertahan lama asal saja prinsip syariah benar-benar diterapkan oleh para pelaku," kata pengamat perbankan Syariah, Sofyan S. Harahap di Jakarta, Senin. Menurut Sofyan, di tengah badai krisis, sistem industri syariah nasional justru mampu menawarkan keunggulan prinsip-prinsipnya kepada masyarakat. Data menunjukkan, nasabah perbankan sistem syariah bertambah sementara laju pertumbuhan industri syariah mencapai 5 persen pada 2008. "Di balik krisis selalu ada hikmah yang bisa dipetik. Kondisi ini harus dimanfaatkan para pelaku usaha syariah dengan baik untuk mengembangkan perbankan syariah nasional," katanya. Statistik perbankan syariah Bank Indonesia (BI) per Agustus 2008 menunjukkan sebagian besar komposisi pembiayaan mengalami peningkatan. Pembiayaan Musyarakah meningkat 5,9 persen dibanding Juli 2008. Atau dari Rp6,289 triliun, menjadi Rp6,666 triliun dengan pangsa pasar 18,23 persen. Pembiayaan Mudharabah meningkat 1,2 persen dari Rp6,522 triliun dengan pangsa pasar 18,53 persen, menjadi Rp6,602 triliun dengan pangsa pasar 18,05 persen. Piutang Murabahah naik 3,4 persen dari Rp20,704 triliun dengan pangsa pasar 58,84 persen menjadi Rp21,424 dengan pangsa pasar 58,58 persen. Piutang Qard naik 1,62 persen, dari Rp761,322 miliar dengan pangsa pasar 2,16 persen, menjadi Rp826,332 miliar dengan pangsa pasar 8,5 persen. Ijarah naik 24,5 persen dari Rp543,018 miliar dengan pangsa pasar 1,53 persen menjadi Rp676,544 miliar dengan pangsa pasar 1,85 persen.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
COPYRIGHT © ANTARA 2008