Jakarta (ANTARA News) - Mulai pekan ini beberapa "mata-mata" akan mencari penjual piranti lunak bajakan khususnya buatan Microsoft. "Hingga akhir tahun ini kami akan teruskan program 'mystery shoppers' dan untuk mereka yang terbukti menawarkan piranti lunak bajakan, ada ancaman pidana maupun perdata," kata David Finn, seorang pejabat Microsoft Corporation saat berkunjung ke Surabaya, Rabu. Finn adalah associate general counsel untuk "Worldwide Anti-Piracy and Anti-Counterfeiting" dari Microsoft. Mistery shoppers pertama kali diluncurkan pada 2001 dan sejak Maret tahun ini kembali digalakkan di Indonesia. Mistery shoppers adalah kegiatan mengirim sejumlah "pembeli rahasia" untuk mencari tahu dan membuktikan adanya penjual yang menawarkan produk Microsoft bajakan. "Orang mungkin tergoda untuk beli bajakan supaya bisa berhemat, tapi kami ingin menyadarkan bahwa mereka dalam risiko besar. Penjahat tidak sekedar mencuri hak kekayaan intelektual Microsoft, mereka pun ingin mendapatkan yang lebih banyak dengan memasukkan 'spyware' dan yang bersifat 'malicious' sehingga data-data yang bersifat rahasia bisa dicuri," kata Finn. Dia mengaku gembira dengan Indonesia yang semakin menghargai hak kekayaan intelektual, terbukti dari turunnya angka pembajakan piranti lunak, dari 99 persen pada akhir 90-an menjadi 84 persen pada 2008. "Meski angka (pembajakan) masih besar, tapi ada kemajuan yang berarti dalam waktu yang singkat. Saya sangat optimistis , pembajakan piranti lunak di Indonesia akan terus berkurang," kata Finn yang mantan Jaksa Federal (assistant US Attorney) di New York City. Microsoft juga meluncurkan kampanye baru anti-pembajakan. Kampanye global di 49 negara itu bernama "Fair Play" dan di Indonesia peresmiannya berlangsung di Surabaya Rabu (22/10) lalu. Fair Play meliputi 3 E (education, enforcement,engineering), yaitu mengedukasi masyarakat tentang pentingnya perlindungan hak cipta intelektual, penegakan hukum dengan bermitra bersama pemerintah dan masyarakat serta mempersulit pembajakan melalui teknologi sekaligus memudahkan masyarakat mengetahui suatu produk asli atau bajakan. Mengenai perbedaan harga antara piranti asli dengan bajakan, Finn mengemukakan, harga ternyata hanya salah satu faktor kecil dalam usaha ilegal pembajakan. "Misalya harga dibuat 'drop', ternyata barang bajakan tidak serta-merta 'drop'. Orang akan tetap punya kecenderungan untuk membajak, karena itu yang lebih penting adalah membangun edukasi dan 'awareness' masyarakat atas produk asli," katanya. Menurut Finn, fokus penegakan hukum dari mengejar vendor penyedia piranti palsu adalah untuk memerangi sindikat kriminal terorganisir. Finn mengaku Indonesia adalah salah satu negeri yang ingin dia kunjungi. "Soalnya, ada hal yang belum pernah dilakukan sebelumnya di banyak tempat, yaitu memberi penghargaan kepada pengelola pusat belanja yang menurut Microsoft sungguh-sungguh mendorong para "tenant" agar tidak menjual produk bajakan." Yang dia maksud adalah Hi-Tech Mall Surabaya, pusat belanja komputer di ibukota provinsi Jawa Timur. Dalam kesempatan yang sama Rudy Sukamto, General Manager PT Sasana Boga, pengelola Hi -Tech Mall, mengaku awalnya khawatir penyewa akan pergi jika diwajibkan hanya menjual piranti lunak asli. Dia kemudian mengajak kerjasama dengan Microsoft agar ada program menarik untuk penjual piranti lunak asli. "Akhirnya terbukti, berjualan piranti asli juga tetap menguntungkan," kata Rudy yang juga mengembangkan komunitas "open source". Sementara itu Anti Suryaman, Licence Compliance Manager PT Microsoft Indonesia, mengemukakan pihaknya menilai Indonesia dengan 225 juta penduduk adalah pasar yang potensial, terlebih lagi ada penetrasi teknologi yang cukup besar. "Indonesia masih di urutan 5 pembajak terbesar di Asia atau peringkat 12 di dunia. Di kawasan ini, yang tingkat pembajakannya masih lebih tinggi dibanding Indonesia adalah Vietnam. Persentase pembajakan mereka sekitar 86 persen sedangkan Indonesia 84 persen," kata Anti. Dia mengakui penurunan pembajakan hanya dapat dilakukan lewat edukasi yang terus menerus. "Banyak orang yang membajak tanpa merasa bersalah. Mengubah pola pikir menjadi menghargai hak kekayaan intelektual adalah sesuatu yang harus dilakukan terus menerus," katanya. Menurut Anti, selama ini piranti lunak bajakan yang diperjualbelikan di Indonesia sebagian besar didapat dari China. "Kalau yang diproduksi di dalam negeri, lebih kepada 'download' lalu di-'burn' kemudian dijual. Masih tergolong tingkat rendah dan kecil-kecilan, untuk kepentingan rumahan," kata Anti.(*)

Pewarta: adit
Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2008