Tokyo (ANTARA News) - Peran pemuda kini memang patut dipertanyakan, terlebih ketika bangsa Indonesia sedang memperingati 80 tahun Sumpah Pemuda. Sejumlah tokoh pemuda di Jepang, khususnya Tokyo, menilai pemuda nyaris kehilangan semangat "sumpahnya" yang digulirkan sejak 1928. Demikian kesimpulan yang diperoleh Antara di Tokyo, Selasa, dari beberapa pemuda yang ditemui, terutama dari kalangan Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang. Pandangan tersebut disampaikan oleh ketuanya Deddy Nur Zaman. Pandangan kritis lainnya juga disampaikan sutradara kenamaan Garin Nugroho sesaat sebelum meninggalkan Jepang, seusai mengkuti perhelatan akbar Tokyo International Film Festival (TIFF) ke-21. Namun keduanya juga mengakui bahwa masih ada segelintir pemuda yang bisa mengharumkan nama Indonesia di forum internasional, meski jumlahnya sangat sedikit, bahkan nyaris tidak bergema dalam membangun kepeloporan pemuda Indonesia. Deddy Nur Zaman menilai globalisasi yang tengah mengepung dunia mau tidak mau telah mempengaruhi jatidiri pemuda Indonesia, sehingga saatnya pemuda perlu menghidupkan kembali esensinya. "Sumpah Pemuda itu hanya rangkaian kalimat sederhana, namun sarat makna. Pemuda saat itu mampu menyadari posisinya dalam lingkungan yang masih terjajah. Mereka memang terpanggil untuk memberikan yang terbaik," kata mahasiswa program doktoral di Universitas Tokyo itu. Dalam pandangan Dedy yang juga Ketua PPLN Tokyo, usia Sumpah Pemuda sama tuanya dengan usia rata-rata orang Jepang, sehingga perlu dibangunkan kembali bersama-sama agar tidak menjadi pemuda yang dimanjakan oleh jamannya. "Mungkin usia Sumpah Pemuda yang 80 tahun itu membuat semangat sebagian p"muda kita juga ikut menua, atau bahkan sudah tiada. Kita juga harus sadar bahwa penjajahan masih ada dalam bangsa kita, bahkan dalam diri kita,? katanya. Di sinilah peran pemuda, katanya, memberikan karya yang terbaik memajukan bangsa sesuai konteks keadaannya. Kalau melihat situasi "penjajahan" yang masih ada dalam diri kita, maka pemuda Indonesia belum betul-betul merdeka. Pemuda massa Sementara itu, Sutradara Garin Nugroho mengatakan,boleh dibilang keberadaan pemuda Indonesia seperti kehilangan makna sumpahnya. Pemuda Indonesia justru terjebak mengikuti kecenderungan masyarakat saat ini yang kian menjadi "mayoritas dangkal" Pemuda Indonesia, katanya, lebih terseret arus budaya massa yang akhirnya cenderung menjadikannya sebagai Pemuda Massa. Menghilangkan kualitas hebat yang ada pada diri pemuda dan kehilangan etikanya. Garin juga yang mengakui bahwa pemuda semestinya menjadi motor perubahan bagi bangsanya dan bukan menjadi pemuda massa yang ikut-ikutan dan kehilangan jatidirinya. Ia lantas merujuk pada nama-nama besar seperti Soekarno, Hatta, yang terdidik, berwawasan, dan terlebih sejak muda terpanggil untuk memajukan bangsanya. Lebih jauh Garin juga menuding peran pemerintah yang tidak memiliki strategi yang utuh untuk kemajuan pemudanya. Padahal dalam era transisi seperti sekarang peran pemuda justru diberdayakan. Kebijakan mentranformasikan peran pemuda yang berdasarkan data kependudukan juga tidak terarah. Padahal dengan data kependudukan tersebut bisa dibangun suatu kelas pemuda Indonesia yang hebat. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2008