Oleh John Nikita S. Pontianak (ANTARA News) - Musik memiliki energi yang dapat mempengaruhi manusia dan alam sekitarnya. Bila energi yang terpancar positif, tuaian pun berwujud kebaikan. Sebaliknya, kerusakan bisa ditimbulkan tatkala energi yang keluar bersifat negatif. Sebagai penyanyi dan pencipta lagu bertema lingkungan dan kemanusiaan, Ratna Werry yakin sekali pada pendapatnya itu. "Benar kok, saya bisa merasakannya ketika menyanyi atau mendengarkan lagu," katanya. Berpijak pada keyakinan itu, ia bertekad untuk tetap setia pada sebutannya sebagai penyanyi balada dengan cita rasa kasih kepada alam dan segala mahluk ciptaanNya. Di Indonesia, ibu empat anak ini boleh dibilang seorang dari sedikit pembela lingkungan hidup yang berkiprah di jalur musik. Keinginan hatinya membela alam muncul pertama kali ketika melihat tidak terurusnya dengan baik Pantai Pasir Panjang, salah satu obyek wisata andalan Kalimantan Barat. "Dulu, waktu saya masih SMP, pantai itu bagaikan Surga, indah sekali. Sekarang, rusak tak terawat," katanya menuturkan. Belakangan, Ratna lewat karya-karya lagunya tidak hanya berbicara tentang pantai tersebut, tetapi meluas pada kerusakan hutan dan kemiskinan masyarakat di daerahnya. Ia bahkan membangun sekolah setelah melihat langsung ketidakberdayaan sebagian keluarga yang tidak mampu menyekolahkan anak mereka. "Satu kali saya pernah diajak ibu-ibu untuk melihat kondisi keluarga-keluarga yang anak-anaknya terpaksa berhenti sekolah karena tak ada biaya. Saya memberikan bantuan, dan akhirnya malah membangun sekolah," katanya, tanpa memberi keterangan lebih jauh. Di blantika musik Tanah Air, nama Ratna memang tidak setenar Leo Kristi, kakak-beradik Ully Sigar dan Paramitha Rusady, pasangan Franky & Jane maupun Nugie yang telah "go international". Tetapi penyanyi yang juga guru vokal di Pontianak ini sangat populer di tengah kehidupan masyarakat Kalimantan Barat. Setiap sore, stasiun TVRI lokal hampir selalu menayangkan video klipnya. meskipun ia sendiri sering terlambat melihatnya. "Kesibukan. Kalau sempat melihat sedikit, itu pun karena ada teman yang telepon," kata Ratna, yang juga membantu suaminya mengelola Harian Berkat. Meski demikian, ia bersyukur karena hal itu menunjukkan banyak karyanya, seperti "Nyanyian Sunyi", "Cinta Yang Tulus", "Jangan Lagi Berpisah", "Ayah", "Untukmu", "Surga dan Neraka", di mana ia berbicara tentang hutan dan pantai yang rusak, porak porandanya kehidupan manusia akibat perang atau konflik di antara sesama anak bangsa, kemiskinan dan ketertinggalan, disukai masyarakat. Penyanyi yang mengaku terinspirasi pada Kemahakuasaan Tuhan dan kasih sayang ini juga percaya lagu dapat mempengaruhi orang yang mendengarkan. Ia merujuk lagu-lagu kepahlawan di masa perang kemerdekaan, yang terbukti mampu menggelorakan semangat rakyat untuk bangkit dan berjuang meraih hak-haknya yang tertindas kaum penjajah, dan sebaliknya, lagu-lagu yang memancarkan energi kelemahan membuat pendengar terlena dalam ketidakberdayaan tanpa mampu berbuat sesuatu untuk berubah. Ratna boleh jadi benar. Paling tidak, Harmoko ketika menjabat Menteri Penerangan di era Orde Baru pernah mengeluarkan titah, "Stop lagu cengeng!", dan sejak itu nyaris tidak terdengar lagi lagu-lagu karya "The King of Pop Indonesia" (Rinto Harahap, Obbie Mesakh, Pance Pondaag). "Saya suka Ebiet. Musiknya bagus, liriknya begitu dalam menyentuh, membuat darah berdesir," katanya. Ebiet yang dimaksudnya adalah pelantun lagu bernada puisi, Ebiet G. Ade. Ratna dibesarkan di tengah keluarga pemusik. Lahir sebagai anak ke-6 dari 11 bersaudara, darah seni dalam tubuh Ratna dan saudara-saudaranya berasal dari ayah mereka, Zulkirman Munaf (almarhum), seorang tentara yang juga dikenal sebagai pemain biola sebuah orkes simponi di tahun 1940-an. "Kami ini keluarga pemusik, hidup pun dari musik. Dari abang tertua hingga adik yang paling buncit, semua bisa main (instrumen) musik," katanya. Menurut dia, anak tertua di keluarganya adalah "maha guru". "Hanya Abang yang belajar di sekolah musik Yamaha hingga meraih kelulusan di Jepang. Kita adik-adiknya belajar dari dia. Ada yang belajar piano, gitar, seperti saya, ada yang biola, macam-macamlah. Tapi semua klasik." Berbicara musik klasik, ia mengatakan musik berpatitur not balok itu mempunyai kekuatan yang baik dalam membantu pertumbuhan fisik, mental dan juga karsa (daya cipta). "Saya setuju bila musik klasik dikatakan memiliki kemampuan untuk merangsang otak kanan bekerja. Tumbuhnya daya cipta seiring dengan berkembangnya fisik dan mental akan mendorong kreativitas seorang pemusik untuk menulis lirik dan lagu yang baik, mengeluarkan energi kebaikan bagi segenap mahluk di alam semesta," katanya. Ratna juga berpendapat, musik klasik adalah dasar dari segala jenis musik yang ada sekarang, termasuk pop, rock, jazz, blues dan sebagainya. Semua bagus, tinggal bagaimana seorang musisi bisa menghasilkan karya yang baik. Mengenai industri musik nasional yang kini "booming" dengan lagu-lagu pop bertema cinta, ia memandangnya sebagai sesuatu yang positif. Ia pun tak menyangkal pendapat bahwa lagu-lagu karya band-band yang sedang naik daun saat ini tersebut merasuk hingga ke dunia anak-anak, sehingga mereka lebih hafal menyanyikan lagu-lagu bertema cinta ABG, ketimbang karya-karya yang bersifat mendidik. Namun, bila kondisi itu dikatakan berlaku di seluruh Tanah Air, ia menolak tegas. Tanpa maksud membanggakan diri, ia mengatakan bahwa beberapa lagunya seperti "Nyanyian Sunyi", "Ayah", "Jangan Lagi Berpisah", digemari anak-anak dan kaum remaja di Kalimantan Barat. "Mereka hafal dan suka, tetapi ketika melihat yang menyanyikan saya, mereka bilang, `sayang yah, penyanyinya sudah tua`. Ini putri saya yang masih SMP yang bilang," katanya sambil tertawa lebar. Ratna tidak sedang berbohong. Baru-baru ini, albumnya dipesan Dinas Pendidikan Kalimantan Barat sebanyak 2.000 keping, untuk dibagikan ke semua SMP di provinsi itu. Kendati Ratna mengklaim dirinya penyanyi balada, album "Nak Kemane" ternyata mengandung unsur musik rock. Menyimak lagu "Jangan Lagi Berpisah", misalnya, orang akan teringat setidaknya kepada Ebiet G. Ade dan Nicky Astria, tanpa kehilangan karakter khas vokal Melayu sang biduan. Lagu itu sendiri berbicara tentang perlunya rasa cinta kasih ditumbuhkan dalam diri setiap anak bangsa, agar masyarakat Indonesia yang sangat beragam suku, agama dan budayanya dapat hidup berdampingan layaknya bersaudara. Masuknya unsur musik rock di dalam album Ratna tidak lepas dari pengaruh produser eksekutif Werry Syahrial, yang tidak lain suami Ratna sendiri. "Ini memang ide saya. Saya memang meminta Ian Antono (God Bless) sebagai aranjer dan penata musik. Bang Ian ini kan dewa gitar Indonesia, bahkan Asia, menurut saya," katanya. Untuk melengkapinya, juga dilibatkan musisi kondang semacam Abadi Soesman, Edi Kemput, dan Rere (Grass Rock). Proses rekaman dilakukan di studio milik Ian Antono di bilangan Cibubur, Jakarta Timur. Ratna mengatakan, semula album itu hanya akan digandakan sebanyak enam keping, tetapi rencana itu berubah total setelah Ian Antono ikut menanganinya. "Tadinya sih kita cuma mau bikin enam (CD), hanya untuk sekeluarga. Eh jadinya malah 9.000 keping," katanya. Dalam satu rekaman video dokumentasi pembuatan album "Nak Kemane", Ian Antono menyatakan, "Lagu-lagunya bagus. Saya yakin laku. Menurut saya, lagu Indonesia seharusnya seperti ini." Ditanyai tentang pendapat bahwa musik rock dekat sekali dengan setan (energi negatif), Ratna menepisnya kuat-kuat. "Tidak begitu. Lewat musik rock pun kita bisa memancarkan energi kebaikan, semua tergantung kepada pelakunya. Saya ingin mengeluarkan energi positif. Itu sebabnya semua lagu saya tidak ada yang mencela atau mengkritik, apalagi bertanya kepada Tuhan," katanya. Sejak kecil suka menyanyi, belajar gitar dan piano, Ratna Werry adalah Juara I Bintang Radio dan Televisi Kalimantan Barat 1982. Waktu itu usianya 16 tahun. Setahun kemudian, kado "sweet seventeen" diraihnya dengan menyabet gelar Juara I Lomba Gitar Klalsik antar Perguruan Tinggi se Kalimantan Barat. Sejak itu, tidak terhitung undangan yang memintanya untuk tampil di berbagai acara, mulai dari di tingkat masyarakat biasa hingga acara yang digelar kantor pemerintah, terutama untuk kampanye lingkungan hidup. "Selain itu, kalau ada anak Walikota kawin saya pasti disuruh menyanyi," katanya sambil tertawa geli. Ratna, yang terkesan "menyendiri" di Kalimantan Barat, ternyata juga bergaul dengan musisi dan penyanyi tenar di Tanah Air. Tahun 1985, ia ikut dalam pembuatan satu album kompilasi bersama sejumlah artis terkenal termasuk Ully Sigar, Paramitha Rusady, Anggun C. Sasmi, Bangkit Sanjaya, dan Harry Mukti, vokalis Makara Band yang kini menjadi mubalig. Dari semuanya, ia merasa paling dekat dengan Ully Sigar. "Kalau berbicara lewat telepon, kami bisa satu jam. Saya pernah tampil bersamanya di TMII, kalau tidak salah tahun 1986," katanya. Saat ini, apa yang diinginkan Ratna? "Album Nak Kemane sudah lumayan banyak terjual, dan dicatat MURI sebagai album pertama yang semua 12 lagunya dibuatkan video klip. Nanti, saya juga mau bikin album, 12 lagu juga, masing-masing diiringi band berbeda," katanya. Selain Ian Antono, artis dan band yang ingin didekati antara lain Nidji, Naif, Iwan Fals, Ahmad Albar, dan Grass Rock. (*)

Oleh priya
Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2008