Jakarta (ANTARA News) - "Dagang tidak sama dengan riba," kata Harun Yahya, pemikir Islam asal Turki menanggapi krisis keuangan global khususnya yang melanda Islandia, melukiskan krisis ini "si kaya menindas si lemah", dengan menggunakan ayat suci Al-Quran sebagai landasan pemikirannya. Dalam makalahnya yang berjudul "Mengapa Islandia Kini Menjadi Pulau Yang Tenggelam?" pada "www.harunyahya.com" yang diterima ANTARA News, Kamis, menurut Harun Yahya, krisis keuangan global yang mengguncang seluruh dunia, khususnya Amerika Serikat (AS) dan banyak negara-negara maju di Eropa, berdampak khususnya di Islandia, menyebabkan negeri ini di ambang kebangkrutan. Mengapa khususnya Islandia di ambang kebangkrutan ketika krisis keuangan global melanda seluruh dunia?, tanya Harun. Sebabnya, kata Harun -- pemikir internasional asal Turki -- bahwa krisis keuangan global karena ketergantungan mereka pada sistem riba, orang-orang menanam modal mereka di bank-bank, dengan alasan tak ada jual beli, produksi maupun arus uang di pasar. Tetapi, katanya, apa yang menjadikan Islandia nyaris bangkrut karena tingginya angka riba di bank-bank Islandia. Para investor asal negara-negara lain, khususnya Inggris, memilih bank-bank Islandia karena tingginya riba yang ditawarkan, tetapi bank-bank itu tak dapat menepati janji mereka. Jika ide "si kuat menindas si lemah" itu menjadi prinsip moral di masyarakat, dan jika nilai moral merosot oleh itu, dan jika meningkatkan kekayaan si kaya dan meningkatkan kekuatan si tamak untuk terus dapat menumpuk kekayaan menjadi masalah utama dalam kehidupan, maka, ekonomi semacam itu menjadi "kapitalisme yang bengis". Kapitalisme, kata Harun, merupakan sistem dimana tak ada bantuan yang diberikan kepada fakir miskin, dan mereka ditindas, dan ketidakadilan sosial dipandang sebagai "masalah alamiah" daripada suatu masalah. Islandia, menurut Harun Yahya, dalam krisis keuangan global merupakan contoh tragis akibat sistem materialis, kapitalis tersebut. Menurut Harun Yahya, orang-orang itu salah karena tawaran yang memperdayakan dari bank-bank tersebut bahwa riba akan menjadi penyelamat mereka. Mereka yakin dengan membelanjakan uang, dengan menabungnya di bank-bank, mereka dapat memperoleh keuntungan dalam tempo singkat. Mereka membayangkan sistem riba itu akan selamat dari resesi dan kebal dari kebangkrutan. Mereka tidak pernah berfikir bahwa mereka akan menderita karena mempraktekkan sistem riba yang dilarang oleh Allah. Krisis keuangan global harus diatasi dengan sistem yang dapat membantu si lemah (negara yang lemah) agar dapat mandiri bukan sebaliknya, membangkrutkan dan menamatkan riwayat hidupnya. Sistem keuangan global yang adil ada dalam ajaran Islam, kata Harun Yahya, penulis internasional yang produktif menulis banyak buku di berbagai bidang tersebut.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2008