Jakarta (ANTARA News) - Bagi pakar komunikasi Alwi Dahlan, eksistensi kantor berita sebagai salah satu medium penghasil dan penyebar berita layak dipertahankan, bahkan dengan cara-cara yang belum pernah terjadi presedennya. Jika sebelumnya, terutama di saat internet belum mendunia, kantor berita seperti ANTARA hanya melayani pelanggan untuk kalangan perusahaan media massa atau institusi pemerintah, kini layanan itu perlu dikembangkan hingga ke level eceran. Kini, setelah teknologi internet sudah mewabah, penjualan berita secara ritel oleh kantor berita menjadi fenomena umum. Bisa dikatakan hampir semua kantor berita memiliki divisi "online", yang memungkinkan "netizen", para pengguna jasa internet, mengunduh berita baik yang masuk kategori gratis maupun premium. Jika ANTARA memiliki situs di internet dengan sejumlah alamat yang bisa diakses siapapun, kantor berita Iran IRNA pun memiliki IRNANET. Melalui situs-situs di internet itulah kantor-kantor berita berikhtiar menyediakan layanan berita sekaligus mencoba meraih pemasukan finansial. Situs-situs kantor berita di internet itu bukan cuma mencari pemasukan finansial dari individu yang menggunakan jasa informasi tapi juga dari institusi komersial yang memasang iklan produk mereka. Dilihat dari perspektif inilah, seruan Alwi Dahlan agar kantor berita menjual informasi secara eceran telah dilakukan oleh kantor-kantor berita. Persoalannya, apakah dengan cara semacam itu kantor-kantor berita yang berkiprah juga sebagai wakil dari suara yang tak dikendalikan oleh pemodal swasta bisa mempertahankan eksistensinya. Tampaknya, perjuangan untuk eksis itu terlampau berat jika hanya digantungkan pada penjualan produk secara ritel dan perolehan pendapatan dari pemasukan iklan. Kantor berita yang selama ini juga mengemban misi diplomasi ke luar negeri melalui informasi agaknya tak mungkin berkompetisi dengan media massa swasta yang "wataknya" memang agresif meraup pemasukan finansial dari iklan. Dalam konteks IRNA, tugas ideologis yang mesti diemban untuk menyuarakan nilai-nilai revolusi Islam di Iran tentu tak bisa sepenuhnya dikompromikan dengan tugas mencari keuntungan finansial. Menurut garis kebijakan IRNA, aktivitas profesional IRNA memiliki dasar dan tujuan untuk mengamankan kepentingan nasional Republik Islam Iran. Hal ini tak jauh berbeda dengan praksis kebijakan ANTARA, yang antara lain mempraktikkan jurnalisme pembangunan dan menjadi jendela informasi Indonesia bagi dunia internasional. Jurnalisme pembangunan memungkinkan pemerintah memperoleh informasi yang akurat mengenai kompleksitas masalah yang muncul dalam gerak dan dinamika pembangunan. Masyarakat pun memperoleh pemahaman yang benar mengenai duduk persoalan setiap masalah yang muncul dari dampak negatif pembangunan. Wartawan yang mempraktikkan jurnalisme pembangunan tak segan-segan untuk melaporkan krisis atau konflik. Namun laporan itu dikemas sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan eskalasi konflik tapi mencoba memberikan eksplanasi mengenai akar krisis dan konflik. Dengan jalan itulah wartawan yang menerapkan jurnalisme pembangunan juga bisa dimaknai sebagai agen yang menerapkan jurnalisme damai. Seperti kata pakar komunikasi Jack Lynch, jurnalisme damai adalah cara bagaimana fakta itu dilaporkan, bagaimana pembaca dibantu memahami peristiwa faktual dan apa saja yang dipertaruhkan. Di tengah hiruk pikuk kebebasan arus informasi seperti sekarang ini, hasil kerja praksis jurnalisme pembangunan akan dibaca setelah berita-berita sensasional yang nilai "human interest" cukup tinggi. Berita pengusaha kaligrafi yang ingin kawin dengan perempuan bocah lebih diminati pembaca dari kisah kekeringan di daerah terpencil. Tampaknya, dilihat dari kecenderungan praksis jurnalisme saat ini, pakar komunikasi Fred S Siebert perlu mengubah formulasi pendapatnya ketika dia mengatakan tujuan umum media massa adalah membuat orang memperoleh informasi sehingga memungkinkannya untuk merasa damai dan produktif, puas dan terhibur. Kata terhibur perlu dikedepankan karena rasa terhibur itulah yang diprioritaskan pembaca dalam mengonsumsi informasi. Maka terkenallah apa kata Neil Postman, yang juga pakar komunikasi. bahwa kini lewat televisi, masyarakat bukan mencari informasi tapi hiburan, sampai mati. Dalam konteks semacam inilah, kantor berita--yang belum beranjak dari jatidirinya sebagai menyedia jasa "info"--harus bersaing dengan industri media yang mengandalkan "hiburan".(*)

Oleh Oleh Mulyo Sunyoto
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2008