Koba, Babel, (ANTARA) - Satu hektare lahan kebun karet warga di Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, terancam mati setelah terkena dampak limbah penambangan bijih timah.

"Limbah tambang berupa air bercampur lumpur ini berasal dari salah satu tambang yang jebol, sehingga sejak dua minggu yang lalu kebun saya tercemar dan tanam tumbuh batang karet terancam mati," kata pemilik kebun karet Priyadi di Toboali, Sabtu.

Baca juga: Unit pengolahan dan pemasaran bahan olahan karet di Sumsel bertambah

Ia mengatakan, kebun yang tercemar limbah tambang tersebut seluas satu hektare dengan tanam tumbuh batang karet sebanyak 1.000 pohon dan telah berusia sembilan tahun.

Baca juga: Suku Anak Dalam Jambi diberi 114 hektare kebun karet

"Saya khawatir akibat limbah ini pohon karet mati semuanya, sekarang ini setelah saya cek sudah ada 200 batang yang mati," ujarnya.

Baca juga: Ratusan hektare kebun karet dan sawit di Mesuji terendam banjir

Pemilik tambang, kata dia, sudah pernah menghubunginya untuk mengganti rugi, namun tidak sepadan dengan jumlah pohon karet yang tercemar.

"Pemilik tambang sudah sempat menawarkan ganti rugi, namun harga yang ditawarkan tidak sesuai dengan kerugian yang kami terima," kata dia.

Anak Pariyadi, Susi mengatakan kedua orang tua berharap pemilik tambang tersebut dapat memberikan ganti rugi yang sesuai dengan kerugian yang ada.

"Kalau mau bicara berapa biaya kerugian ditotal kurang lebih Rp150 juta mengingat pohon karet tersebut merupakan bibit unggul, sudah ditanam selama sembilan tahun dan belum pernah disadap," kata dia.

Kendati demikian, pemilik tambang hanya menawarkan Rp10 juta kepada kedua orang tua angkatnya sebagai konpensasi ganti rugi terhadap ratusan pohon karet yang tercemar limbah.

"Pemilik tambang sempat berdalih bahwa limbah tambang tersebut bukan berasal dari tambang miliknya.Pemilik tambang tersebut menuduh tambang lainnya dan air hujan yang menjadi penyebab lahan pohon karet ayah saya terendam limbah tambang," katanya.

Pewarta: Ahmadi
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
COPYRIGHT © ANTARA 2019