Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua Umum PP Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) M Fakhruddin menilai legitimasi penyelenggaraan dan hasil kongres ke-12 KNPI di Bali jauh lebih kuat dibandingkan kongres serupa di Ancol. Ini ditunjukkan dari besarnya jumlah peserta dibandikan kongres Ancol. "Di Bali, jumlah peserta dari kalangan DPD KNPI itu jumlahnya lebih dari 30 dan ketua umum DPD yang hadir 29 orang. Sementara untuk kongres Ancol jumlah DPD yang hadir jauh dibawah kongres Bali," kata Fakhruddin ke3pada pers di Jakarta, Kamis. Karena itu, menurut Fakhruddin, jika pemerintah ingin menelusuri mana pihak yang paling legitimate, maka hal itu bisa dilacak dari jumlah peserta yang hadir dalam kedua kongres tersebut. Dasar legitimasi lainnya adalah hasil keputusan forum pertemuan KNPI di Riau yang telah memutuskan bahwa lokasi penyelenggaraan Kongres ke-12 adalah di Bali dan bukan Ancol. "Tapi entah mengapa sebagian dari mereka-mereka yang telah bersepakat memilih Bali, lalu kemudian menggelar secara sepihak kongres di Ancol yang tidak ada legitimasinya," katanya. Anggota Majelis Pemuda Indonesia (MPI) KNPI itu memandang motif perpecahan dalam tubuh KNPI yang berujung pada terselenggaranya dua kongres yang berbeda itu hanya pragmatisme politis semata. Mengenai proses rekonsiliasi di antara faksi-faksi yang ada dalam tubuh KNPI, Fakhruddin mengatakan bahwa sebenarnya momentum yang tepat untuk rekonsiliasi adalah di kongres ke-12 yang lalu. Dalam forum kongres itu, menurut dia, pragmatisme organisasi-organisasi kemasyarakatan dan pemuda (OKP) yang bernaung di bawah KNPI bisa diredam dan selanjutnya KNPI bisa menyatu kembali. Fakhruddin juga mengkritik adanya OKP-OKP yang tidak sehat sehingga menjadi salah satu penyebab rusaknya KNPI. "Ada di antara OKP itu yang ketua umumnya telah 10 tahun tidak diganti-ganti. Kerja mereka hanya menunggu saja diselenggarakannya kongres KNPI," katanya. (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2008