Samarinda, (ANTARA News) - Polri jangan hanya garang memberantas preman jalanan, namun hal yang sama juga harus dilakukan kepada preman "berdasi" yang terorganisasir serta "bermain uang besar". "Preman berdasi ini lebih berbahaya karena bermain dengan uang besar, terorganisasi serta biasanya ada bekingnya " kata pengamat sosial dan hukum Kaltim, Prof. Sarosa Hamongpranoto, SH, M Hum, di Samarinda, Kamis. Mantan Dekan Fisipol Universitas Mulawarman itu menilai kebijakan Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri yang memerintahkan seluruh kapolda untuk menabuh genderang perang terhadap preman sangat tepat karena angka kejahatan termasuk cukup tinggi. "Penyakit sosial akibat premanisme itu pada gilirannya menyebabkan keresahan masyarakat, serta bisa menghambat investasi termasuk berpengaruh bagi kunjungan wisata karena citra buruk keamanan dalam negeri," kata Sarosa. Namun, lanjut dia, pemberantasan atau penyisiran terhadap preman jalanan belum cukup karena Polri juga harus bertindak tegas terhadap premanisme yang berdasi. "Preman berdasi ini juga sangat jahat karena menimbulkan kerugian lebih besar bagi orang lain. Ini juga membawa dampak merugikan besar bagi dunia usaha serta invetasi," katanya. Ia mencontohkan preman berdasi itu antara lain mafia di peradilan yang menekan atau memeras korban agar lolos dai jeratan hukum. Contoh lainnya, adalah mafia-mafia proyek yang mengatur pembagian proyek pembangunan baik menggunakan dana APBD dan dana APBN. "Adanya mafia proyek itu mengakibatkan kualitas pembangunan sangat rendah serta banyak dana pemerintah yang terhambur ke kantong preman berdasi itu sehingga bukan dinikmati oleh masyarakat luas," kata Sarosa. Salah satu contoh, banyak kontraktor yang tidak memiliki beking di Kaltim tidak berani ikut lelang proyek karena pengusaha nakal mengerahkan preman untuk mengatur proyek yang bertujuan hanya mendapatkan "fee". "Pihak Polri perlu mempelajari sistem jaringan serta cara kerja preman berdasi itu, jadi tidak sekedar menangkap orang berkeliaran di jalan hanya karena badannya penuh tato," katanya. "Seharusnya polisi harus lebih pintar dari penjahat, jadi kalau hanya sekedar menangkap preman jalanan, maka kita meragukan kemampuan polisi dalam mengatasi preman berdasi," tambah Sarosa.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
COPYRIGHT © ANTARA 2008