Jakarta (ANTARA News) - Kemenangan Partai Buruh Australia (Australian Labor Party-ALP) pada Pemilu Federal di Negara Kanguru pada November 2007 yang sekaligus menempatkan pemimpin partai itu, Kevin Rudd, pada kursi Perdana Menteri, menyuntikkan harapan baru pada Partai Buruh di tanah air.

"Mudah-mudahan buruh di Indonesia mengalami kesadaran baru dengan kemenangan Partai Buruh di Australia," kata Ketua Umum Partai Buruh Muchtar Pakpahan mengomentari kemenangan ALP ketika itu.

Muchtar mengemukakan harapan itu karena melihat kesadaran kalangan buruh Indonesia untuk memperjuangkan aspirasinya melalui sebuah partai politik yang lahir dari gerakan buruh masih kurang.

"Jangankan berpartai, kesadaran buruh untuk berorganisasi pun masih kurang," kata Muchtar.

Mengutip data Organisasi Buruh Internasional ("International Labor Organisation"-ILO), Muchtar mengatakan, 65 persen dari angkatan kerja di Indonesia adalah kelas buruh. Namun, yang telah mengikatkan diri dengan 87 organisasi buruh yang ada baru sekitar 20 persen.

"Sudah demikian, masing-masing organisasi buruh punya ideologi dan visi sendiri-sendiri," katanya. Partai Buruh sendiri lahir dari salah satu organisasi buruh yang ada di tanah air yakni Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI).

Karena itu, berbeda dengan koleganya di Australia, dan di sejumlah negara persemakmuran lainnya, Partai Buruh di tanah air belum berjaya, bahkan belum mampu menjadi "rumah politik" bagi buruh di Indonesia.

Oleh karenanya, tak mengherankan jika Partai Buruh Sosial Demokrat (PBSD), yang kini telah menjadi Partai Buruh, tidak mampu lolos "electoral threshold" (batas minimal perolehan suara) pada Pemilu 2004 lalu karena hanya meraup 636.397 suara atau 0,56 persen.

Hanya Mimpi

Sekretaris Jenderal Partai Buruh Sonny Pudjisasono menjelaskan, salah satu tujuan pendirian Partai Buruh adalah untuk memperjuangkan nasib buruh di ranah politik. Sebab, dari ranah inilah kebijakan perburuhan dihasilkan.

"Hanya mengandalkan perjuangan lewat organisasi buruh, tanpa perjuangan di jalur politik, upaya mengubah aturan ketenagakerjaan sehingga menjadi lebih berpihak pada nasib buruh hanyalah mimpi," katanya.

Menurut dia, salah satu penyebab masih terpuruknya nasib buruh di Indonesia adalah kebijakan perburuhan yang belum berpihak kepada kelompok ini, dan itu akan terus terjadi selama buruh tidak mampu menempatkan wakilnya di kalangan pembuat kebijakan, yakni eksekutif dan legislatif.

"Keluarnya SKB empat menteri semakin menegaskan bahwa sulit mengharapkan adanya kebijakan yang pro buruh, jika kalangan buruh tidak memiliki wakil di lembaga pembuat kebijakan," katanya.

Ia merujuk pada Surat Keputusan Bersama (SKB) empat menteri yang ditandatangani oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno, Menteri Perindustrian Fahmi Idris, Menteri Dalam Negeri Mardiyanto dan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu.

SKB bertajuk "Pemeliharaan momentum pertumbuhan ekonomi nasional dalam mengantisipasi perkembangan perekonomian global" itu, kata Sonny, semakin memperlemah posisi buruh karena dalam menetapkan upah minimun buruh kini tidak lagi melibatkan pemerintah tapi negosiasi langsung antara pengusaha dan buruh (bipartit).

"Mudah-mudahan, dengan keluarnya SKB empat menteri itu kalangan buruh semakin menyadari perlunya menyatukan diri dalam satu partai politik, partai yang benar-benar lahir dari kalangan buruh sendiri," katanya.

Lebih Siap

Meski menyadari kalangan buruh belum sepenuhnya menjadikan Partai Buruh sebagai "rumah politik" mereka, Sonny menyatakan partainya sudah jauh lebih siap menghadapi Pemilu 2009.

Dengan berbagai pembenahan yang telah dilakukan, Partai Buruh kini lebih optimis. Mereka memasang target perolehan suara 2,5 persen, hampir lima kali lipat perolehan suara mereka pada Pemilu 2004.

"Ini target minimal karena merupakan batas untuk lolos parliamentary threshold. Tapi kami rasa target ini cukup realistis dan kami berpeluang mencapainya," kata Sonny.

Sebenarnya, kata Sonny, partainya memiliki jumlah pemilih yang besar. Buktinya, meski pada 2004 lalu gagal menempatkan wakil di DPR RI, Partai Buruh berhasil memiliki 12 wakil di DPRD provinsi dan 80 wakil di DPRD kabupaten/kota.

"Kelemahan kami waktu itu adalah tidak bisa menjaga suara pemilih karena jumlah saksi yang kami miliki sangat terbatas. Banyak suara yang hilang," katanya.

Untuk menghadapi Pemilu 2009, Partai Buruh menaruh perhatian lebih pada persoalan saksi. Mereka telah membentuk Koordinator Daerah Pemilihan yang akan mengendalikan para saksi, baik saksi utama maupun saksi relawan.

Untuk mendanai operasional saksi, kata Sonny, pihaknya membebankan pendanaan pada para calon anggota legislatif (Caleg), mulai dari Caleg untuk DPR RI, DPRD Provinsi, hingga DPRD Kabupaten/Kota.

"Para caleg harus membiayai operasional saksi di daerah pemilihan masing-masing," katanya.

Selain membenahi saksi, Partai Buruh juga menerapkan pola kampanye yang berbeda dari Pemilu 2004. Menurut Sonny, mereka kini melakukan kampanye model sel, setiap kader partai diwajibkan menjaring sebanyak mungkin calon pemilih Partai Buruh di lingkungan kerja masing-masing.

"Kami kira kampanye model ini lebih efektif dan hasilnya lebih kongkrit daripada kampanye massal di lapangan," katanya.

Untuk memenuhi target perolehan suara, Partai Buruh juga berupaya merangkul kelompok lain di luar kalangan buruh yang berpotensi menjadi konstituen mereka, seperti kalangan petani, nelayan, aktivis mahasiswa, serta kalangan korban Orde Baru.

Organisasi

Nama: Partai Buruh
Nomor Urut Peserta Pemilu: 44

Kepengurusan

Ketua Umum : DR. Muchtar Pakpahan, SH. MA
Sekretaris Jendral : Sonny Pudjisasono, SH. MM
Bendahara Umum : Dyah K. Murtiningsih

Alamat

Jl. Tanah Tinggi II No. 44 B Jakarta Pusat
Telp : 021- 42802561/42802620/3
Fax : 021- 42802576
Website : www.partaiburuh.org

Visi dan Misi

Tujuan Partai Buruh adalah mewujudkan masyarakat sejahtera, adil dan makmur sesuai dengan cita-cita proklamasi dalam negara yang menjamin kesejahteraan rakyat ("Welfare state"), untuk itu perlu dibangun demokrasi, kepastian hukum, HAM, keadilan sosial dan anti diskriminasi melalui upaya berikut ini:

a. Mengembangkan dan menata sumber daya manusia dan aspek-aspek perburuhan, hingga mampu mewujudkan kehidupan buruh yang lebih baik dan sejahtera.

b. Mengelola dan mengembangkan politik perburuhan sesuai aspirasi buruh di Indonesia.

c. Menata dan mengembangkan hukum yang mampu melindungi kepentingan buruh secara positif.

d. Mewujudkan kerjasama yang baik dan produktif antara buruh, pengusaha dan pemerintah dalam meningkatkan produktifitas secara nasional.

e. Menciptakan kondisi yang kondusif bagi dunia usaha, demi pembangunan nasional dan terciptanya lapangan kerja yang memadai di Indonesia.

f. Mewujudka sistem pembangunan berwawasan lingkungan yang berpijak pada potensi sumber daya manusia dan sumber daya alam Indonesia.

g. Menciptakan kehidupan masyarakat yang adil dan demokratis, dimana terdapat kepastian hukum, kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat serta penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia.

h. Menjamin tersedianya sarana produksi, jaminan pasar produksi dan hak kepemilikan bagi buruh, petani dan nelayan.
(*)

Oleh Oleh Sigit Pinardi
Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2008