Pekanbaru (ANTARA News) - LSM lingkungan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) terus mendesak Gubernur Riau agar mengeluarkan kebijakan moratorium atau jeda tebang untuk mengatasi carut marutnya pengelolaan hutan di Riau. "Selama ini Gubernur Riau Wan Abu Bakar berkata dirinya berkomitmen terhadap jeda tebang, tapi sangat disayangkan belum ada realisasinya dalam bentuk peraturan gubernur," kata Direktur Eksekutif Walhi Riau, Johny Setiawan Mundung dalam diskusi lingkungan di kampanye "Kampung Jeda Tebang" di Pekanbaru, Minggu. Diskusi tersebut dihadiri oleh Anggota DPR RI Komisi III Azlaini Agus, Ketua Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau (FKPMR) Abas Jamil, dan Mantan Ketua DPRD Riau Chaidir. Menurut Mundung, peraturan gubernur terkait moratorium hutan sangat mendesak untuk dilakukan karena sudah banyak bencana alam dan sosial terjadi akibat terus berkurangnya luasan hutan Riau. Hutan alam Riau terus berkurang dari semula seluas 8,9 juta hektar kini tinggal berisa 1,2 juta hektar. Kebanyakan hutan Riau yang mayoritas berada di kawasan gambut telah beralih fungsi menjadi hutan tanaman industri seluas 1,5 juta hektar dan perkebunan sawit seluas 2,3 juta hektar. Sedangkan, kawasan konservasi juga makin terancam akibat deforestasi seperti Taman Nasional Bukit Tigapuluh yang semula 1,2 juta hektar kini bersisa 70 ribu hektar, Taman Nasional Tesso Nilo dari 100 ribu hekter tinggal 17 ribu hektar, Taman Hutan Raya kini hanya bersisa 160 hektar, dan Kawasan Suaka Margasatwa Kerumutan tinggal 10 ribu hektar. "Dampak kerusakan hutan sudah kita rasakan, seperti banjir yang tiap tahun makain parah dan bencana kabut asap akibat pembakaran lahan dan hutan," katanya. Menurut Azlaini Agus, seluruh pihak yang mendukung moratorium hutan harus melakukan pendekatan kepada Gubernur Riau periode 2008-2013 Rusli Zainal yang baru akan dilantik pada 21 November nanti. Pasalnya, memaksakan moratorium menggunakan peraturan gubernur pada pemerintahan Wan Abu Bakar tidaklah banyak berguna karena belum tentu akan diikuti oleh rezim selanjutnya. "Yang perlu ditekan adalah pemerintah yang baru dengan mendesak adanya komitmen politik mengenai penyelamatan hutan khususnya moratorium hutan Riau," kata politisi Fraksi PAN itu. Menurut dia, pihak-pihak yang mendukung moratorium hutan perlu menyiapkan konsep yang jelas kepada pemerintah agar tidak berdampak buruk pada sektor bisnis seperti industri bubur kertas dan sawit. Ia meyakini pemerintah daerah juga pemerintah pusat pada dasarnya akan mendukung kebijakan untuk kelestarian lingkungan. Ketua FKPMR Abas Jamil mengatakan perlu ada aksi besar untuk menekan pemerintah daerah agar segera memberlakukan kebijakan jeda tebang. Pasalnya, Gubernur Riau terpilih Rusli Zainal merupakan "incumbent" yang kembali berkuasa, sehingga ia merasa pesimis upaya pendekatan negosiasi dapat berjalan mulus. Sementara itu, mantan Ketua DPRD Riau, Chaidir mengatakan, moratorium perlu diberlakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi perizinan alih fungsi hutan di Riau yang telah banyak dikeluarkan pemerintah daerah dan melanggar ketentuan. "Moratorium tidak merugikan sektor bisnis, malah memberikan jaminan hukum bahwa usaha yang dilakukan di atas lahan hutan tidak melanggar peraturan kehutanan. Karena itu, evaluasi pada perizinan alih fungsi kawasan hutan harus dilakukan lewat jeda tebang itu," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2008