Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Marwan Effendi, menyatakan pungutan pada biaya akses sistem administrasi badan hukum (sisminbakum) merupakan pungutan liar. "Sisminbakum ini jelas-jelas pungutan liar," katanya, di Jakarta, Senin. Jampidsus mengatakan penggunaan rekanan swasta, yakni PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD) dan koperasi pengayoman Depkumham, hanya sebagai cover atau tameng. "Notaris itu hubungan kerjanya dengan Depkumham, tidak ada hubungan kerja dengan swasta, kecuali kalau mereka membuat akte dan kontrak," katanya. Jadi, kata dia, kalau soal bayar membayar itu, harus ke pemerintah. "Bukannya ke pihak swasta," katanya. Ia menegaskan praktik pembayaran notaris dalam sisminbakum itu, dilakukan tentunya ada perintah dari dirjen. "Kalau tidak ada perintah dari dirjen, tidak mungkin mereka (notaris) mau membayar," katanya. Karena notaris itu dipaksa membayar pungutan liar, maka mereka melapor ke Kejagung dan Kejagung mengusutnya. Dikatakannya, di dalam Keputusan Presiden (Keppres) Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), sudah jelas menyebutkan tidak boleh adanya pungutan. Di bagian lain, ia mengatakan istri mantan pejabat yang diperiksa Kejagung saat ini sebagai saksi kasus aliran dana itu. "Istri itu tidak salah, tapi yang salah adalah yang memberinya," katanya. Total biaya yang diperlukan tiap notaris untuk pengesahan sebuah perseroan mencapai Rp1.685.000, Rp200 ribu untuk PNBP, Rp350 ribu (PPN 10 persen) tarif akses pemesanan nama persero, dan Rp1 juta (PPN 10 persen) tarif akses pendirian perseroan. Yang jadi masalah, biaya di luar PNBP Rp1.350.000 tidak masuk kas negara, tapi bagian untuk swasta PT SRD dan koperasi pengayoman. Ketiga pejabat dan mantan pejabat di Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Depkumham, sudah ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Zulkarnain Yunus dan Romli Atmasasmita (mantan Dirjen AHU) dan Syamsuddin Manan Sinaga. Seperti diketahui, mantan Dirjen AHU, Zulkarnain Yunus sudah dieksekusi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), karena kasus alat pemindai jari (AFIS). Sebelumnya, Mantan Menteri Kehakiman dan HAM, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan, biaya akses sisminbakum itu bukan masuk dalam pendapatan negara bukan pajak (PNBP). "Sejak sisminbakum diberlakukan pada 2001 telah dua kali diterbitkan PP mengenai PNBP di Depkumham, yakni PP Nomor 75/2005 dan PP Nomor 19/2007, disebutkan biaya akses itu tidak masuk dalam PNBP," katanya. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2008