Jakarta,  (ANTARA News) - Mantan Menteri Kehakiman dan HAM, Yusril Ihza Mahendra, Kamis diperiksa kembali oleh penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait kasus dugaan korupsi sisminbakum yang merugikan keuangan negara Rp400 miliar.

Yusril yang mengenakan kemeja lengan pendek warna krem, tiba di Kejagung pada 14.35 WIB dengan menggunakan kendaraan pribadinya, Volvo B 2025 BS.

Sebelumnya pada Selasa (18/11), mantan orang nomor satu di Depkumham itu diperiksa selama 11 jam oleh penyidik.

"Wajar saja kalau saya banyak tidak tahu, dan tidak dilaporkan ke saya," katanya.

Dalam kesempatan itu, mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Prof Natabaya, menyerahkan uang sebesar Rp1,5 juta ke tim penyidik, karena dana itu berasal dari Sisminbakum.

"Tadi ada yang mengembalikan uang Rp1,5 juta, yang katanya sebagai uang Tunjangan Hari Raya (THR)," katanya Kepala Pusat Penerangan Hukum( Kapuspenkum) Kejagung, Jasman Pandjaitan.

Dalam kasus itu, Kejagung sudah menetapkan tiga tersangka, yakni, Zulkarnain Yunus dan Romli Atmasasmita (mantan Dirjen Administrasi Hukum Umum) dan Syamsuddin Manan Sinaga (Dirjen AHU).

Kasus itu bermula sejak tahun 2001 (semasa Yusril menjabat sebagai Menkeh dan HAM) sampai sekarang, Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) di Ditjen AHU, telah diberlakukan dan dapat diakses melalui website www.sisminbakum.com.

Dalam website itu telah ditetapkan biaya akses fee dan biaya Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Biaya akses fee itu dikenakan untuk pelayanan jasa pemerintah berupa pemesanan nama perusahaan, pendirian dan perubahan badan hukum dan sebagainya.

Namun biaya akses fee itu tidak masuk ke rekening kas negara melainkan masuk ke rekening PT SRD dan dana tersebut dimanfaatkan oleh oknum pejabat Depkumham.

Permohonan perhari melalui sisminbakum yang dilakukan notaris seluruh Indonesia, adalah, kurang lebih 200 permohonan dengan biaya minimal Rp1.350.000 dengan pemasukkan perbulan sebelum 2007 di bawah sekitar Rp5 miliar dan setelah 2007 sekitar Rp9 miliar.(*) 

Editor: AA Ariwibowo
COPYRIGHT © ANTARA 2008