Magelang (ANTARA News) - Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) meluncurkan buku berjudul "Politik Katolik, Politik Kebaikan Bersama" dalam rangkaian peringatan HUT ke-50 organisasi itu. Peluncuran buku setebal 268 halaman itu dilakukan dalam misa kudus dengan konselebran utama Vikaris Jenderal Keuskupan Agung Semarang (Vikjen KAS), Romo Riono Prapdi, Pr., di halaman Museum Misi Muntilan, di Magelang, Jumat (21/11). Sekretaris ISKA Koordinator Daerah (Korda) Daerah Istimewa Yogyakarta, Ignatius Suryadi, mengatakan, peluncuran buku yang diterbitkan kerja sama antara ISKA, Pusat Pengembangan Etika Atma Jaya, dan Penerbit Obor itu tidak terkait dengan relatif makin dekatnya pesta demokrasi, Pemilu 2009. Buku "Politik Katolik" berupa kumpulan tulisan dari sejumlah uskup, akademisi, budayawan, dan peneliti, dengan kata pengantar dari Ketua Presidium Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Mgr. Martinus D. Situmorang, OFM, Cap. Ia mengatakan, buku itu sebagai catatan sejarah dan refleksi keterlibatan orang-orang katolik dalam kehidupan politik Indonesia. Sejak beberapa waktu lalu, katanya, gereja merasakan keprihatinan atas kemerosotan moral atau rusaknya habitus antara lain ditandai dengan maraknya tindak korupsi, kerusakan lingkungan, dan tindak kekerasan. "Sampai dengan saat ini terus menjadi keprihatinan gereja," katanya. Ia mengatakan, orang katolik sebagai bagian dari Bangsa Indonesia yang sedang mengalami kemerosotan moral juga melakukan otokritik, melakukan refleksi ketika menghadapi rusaknya habitus. "Betulkah orang katolik Indonesia masih menghayati anjuran almarhum Mgr. Soegijapranata (uskup pribumi pertama Indonesia,red) untuk menjadi orang yang seratus persen Indonesia dan seratus persen katolik," katanya. Semangat untuk menjadi seratus persen Indonesia dan seratus persen katolik, katanya, masih aktual bagi orang katolik zaman sekarang. Jika sungguh-sunguh katolik dan Indonesia, katanya, orang katolik tidak akan mengikuti arus habitus lama tetapi mengarah kepada habitus baru. Ia menyebut habitus baru sebagai gugus insting yang baru dan baik, kebalikan dari habitus lama yang antara lain terlihat melalui rusaknya lingkungan, maraknya korupsi, dan tindak kekerasan. "Penerbitan buku ini mulai dengan kesadaran untuk tidak ikut arus," katanya. ISKA bersama dengan semua orang dan semua pihak yang berkehendak baik, kata Suryadi yang juga pengajar Universitas Sanata Dharma Yogyakarta itu, ingin mendengungkan habitus baru dari berbagai sisi. Vikjen KAS, Romo Riono, dalam kotbahnya mengatakan, ISKA yang telah berumur 50 tahun semestinya semakin memiliki kematangan jiwa kreatif guna memberikan sumbangan terbaik bagi perkembangan zaman. "Ibarat seseorang yang makin berusia, semakin berkembang, semakin kreatif menanggapi situasi zaman yang berubah, menemukan peluang, mendalami, dan menindaklanjuti dengan karya nyata," katanya. Selain itu, katanya, organisasi itu dalam kiprahnya secara eksploratif menemukan jalan keluar dengan semangat pantang menyerah atas berbagai persoalan perubahan zaman. Jalan keluar yang disumbangkan ISKA terhadap persoalan zaman, katanya, bukan sebagai jalan pintas tetapi sebagai hasil eksplorasi secara bijaksana. Pada kesempatan itu Riono mempertanyakan masalah penurunan integritas Bangsa Indonesia pada saat sekarang. "Integritas bangsa yang makin menurun, apakah karena pribadi-pribadi yang melakukan pembangunan bangsa ini juga menurun. Integralitas orang dan lembaga sebagai agen perubahan bangsa, menjadi penentu kualitas dan martabat bangsa," katanya. ISKA memiliki kewajiban kreatif melahirkan pribadi-pribadi yang berkualitas dan sekaligus terintegrasi dengan Bangsa Indonesia, kata Riono Prapdi. (*)

Pewarta: kunto
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2008