Timika, Papua (ANTARA) News) - Ketua DPRD Mimika, Drs Yosep Yopi Kilangin mengakui selama beberapa bulan terakhir anggota dewan yang aktif mengikuti rapat pembahasan sejumlah Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) dan perubahan APBD Mimika tahun 2008 hanya 11 orang Sedangkan 14 orang lainnya tidak diketahui rimbanya meski surat undangan sudah disampaikan kepada semua anggota dewan.

"Saya setuju dengan penilaian warga masyarakat Mimika bahwa wakil rakyat yang tidak pernah melaksanakan tugas tetapi tetap menerima gaji utuh harus diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku," kata Yopi di Timika, Minggu (23/11).

Menurut dia, tindakan menerima gaji tanpa melaksanakan tugas adalah korupsi.

Data yang dihimpun ANTARA di Kantor DPRD Mimika, sejumlah wakil rakyat setempat yang disebut-sebut sebagai "tim 14" sudah tidak masuk kantor sejak bulan September lalu.

Mereka tidak aktif sebagai bentuk protes alias ketidaksetujuan terhadap kembalinya Drs Yosep Yopi Kilangin menjadi Ketua DPRD Mimika.

Yopi Kilangin sebelumnya mencalonkan diri sebagai Bupati Mimika berpasangan dengan Yohanes Felix Helyanan SE dalam Pilkada 19 Mei lalu.

Namun sesuai rapat pleno KPUD setempat yang dikuatkan dengan keputusan Pengadilan Tinggi Jayapura dan Mahkamah Agung, pemenang Pilkada Mimika adalah pasangan Klemen Tinal SE MM-Ir Abdul Muis MM.

Setiap anggota DPRD Mimika mendapat gaji sebesar Rp8 juta per bulan, tunjangan pengawasan dana Otonomi Khusus (Otsus) Papua Rp15 juta per bulan, tunjangan mobil Rp8 juta per bulan, tunjangan listrik, air minum dan pemakaian kartu telepon pra bayar, tunjangan asuransi Rp50 juta per tahun.

Seluruh gaji dan tunjangan-tunjangan tersebut hingga saat ini tetap dibayar lunas oleh Sekretariat DPRD Mimika, termasuk bagi anggota dewan yang selama satu tahun terakhir tidak pernah masuk kantor karena alasan sakit.

Sementara itu warga Kabupaten Mimika, Papua terus melakukan kritik keras atas kinerja para wakil rakyat di wilayah itu yang selama ini hanya sibuk mengurus kepentingan kelompok tertentu sehingga meninggalkan tugas selama berbulan-bulan.

Pastor Paul Tumayang OFM menyatakan, dirinya merasa heran dengan perilaku sebagian anggota DPRD Mimika yang selama ini sibuk ke Jakarta dan Jayapura untuk mengurus kepentingan politik tertentu, padahal agenda di DPRD Mimika masih banyak yang belum terselesaikan.

"Hal yang saya tahu saat ini anggota DPRD Mimika yang aktif hanya 11 orang. Sedangkan 14 orang lainnya tidak pernah masuk kerja karena sibuk urus kepentingan politik.

Bagaimana mungkin mereka bisa tetap menerima gaji utuh kalau mereka tidak pernah melaksanakan tugasnya dengan baik," ujar Pastor Paul.

Menurut dia, perilaku tidak terpuji wakil rakyat yang hanya "makan gaji buta" dan tidak pernah melaksanakan tugas sama dengan melakukan korupsi dan hal itu harus diusut serius oleh pihak kepolisian dan kejaksaan termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dia menambahkan, perilaku tidak terpuji para wakil rakyat tersebut menjadi preseden buruk bagi kehidupan demokrasi dan politik di Mimika dan para wakil rakyat yang demikian tidak pantas untuk dipilih lagi dalam Pemilu 2009 mendatang.

"Saya mengimbau masyarakat Mimika agar jangan memilih wakil rakyat yang hanya mau makan gaji buta dan melupakan apa tugasnya untuk mengemban aspirasi rakyat," tegas Pastor Paul.

Senada dengan Pastor Paul, tokoh masyarakat suku Amungme Thomas Wanmang mengatakan masyarakat Mimika sangat kecewa dengan kinerja sejumlah anggota DPRD Mimika yang selama ini hanya "makan gaji buta" dan melupakan kewajibannya.

"Mereka itu dipilih untuk mengemban amanat rakyat. Kalau mereka hanya makan gaji buta dan tidak pernah melaksanakan tugasnya dengan baik alias tidak masuk kerja, itu korupsi dan harus diproses," tegas Thomas.

Thomas mendesak aparat penegak hukum mulai dari kepolisian, kejaksaan dan KPK mengusut serius masalah ini untuk memberi pembelajaran politik kepada masyarakat Mimika.

"Kami minta polisi, jaksa dan KPK proses mereka-mereka itu. Jangan hanya tinggal diam, itu sudah jelas-jelas tindakan korupsi. Kalau polisi, jaksa dan KPK tidak berani mengusut masalah ini kami pertanyakan sejauhmana kredibilitas polisi, jaksa dan KPK di negeri ini untuk serius memberantas masalah korupsi," kata Thomas.(*)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2008