Jakarta (ANTARA News) - Warga Muhammadiyah memiliki satu lagi alternatif wadah aspirasi politik mereka, tak hanya Partai Amanat Nasional (PAN).

Ketika dideklarasikan oleh mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Amien Rais di Jakarta pada 23 Agustus 1998, PAN disebut-sebut sebagai partai milik warga Muhammadiyah.

Namun kini PAN tak bisa lagi mengklaim seperti itu karena warga Muhammadiyah telah pindah ke lain hati yakni ke Partai Matahari Bangsa (PMB) yang didirikan di Yogyakarta pada 26 Desember 2006.

PAN dan PMB menjadi dua partai politik yang bersaing bersama 36 partai politik nasional lain untuk mendapat sebanyak-banyaknya suara rakyat pemilih dalam Pemilu Legislatif 9 April 2009 khususnya suara warga Muhammadiyah.

Muhammadiyah yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan alias Muhammad Darwis di Yogyakarta pada 18 November 1912 merupakan organisasi kemasyarakatan Islam yang memiliki puluhan juta anggota dan simpatisan sehingga menjadi daya tarik bagi partai politik untuk mendulang suara mereka.

Sedikit berbeda dengan PAN yang menggunakan lambang matahari berwarna dengan latar belakang warna biru, PMB juga berlambang matahari dengan jumlah sinar sebanyak dua belas buah yang berwarna merah dan berada dalam bingkai.

PMB yang dipimpin Imam Addaruqutni sejak awal telah mendeklarasikan diri sebagai partai milik warga Muhammadiyah.

Sekretaris Jenderal DPP PMB Ahmad Rofiq menyatakan, tidak bisa dipungkiri bahwa sejak awal PMB memang digagas sebagai model transformasi gerakan politik warga Muhammadiyah.

Kader, anggota, dan massa simpatisan inti PMB merupakan warga Muhammadiyah. Oleh karena itu, kata Ahmad yang juga mantan Ketua Umum Ikatan Muda Muhammadiyah (IMM), sekitar 90 persen calon anggota legislatif (caleg) dari PMB merupakan kader dan simpatisan Muhammadiyah.

Latar belakang pembentukan PMB berangkat dari kekecewaan sejumlah kader dan tokoh Muhammadiyah terhadap proses pencalonan anggota legislatif pada Pemilu 2004 di PAN.

Proses pencalonan anggota legislatif di PAN ketika itu dinilai tidak aspiratif menampung kader Muhammadiyah. Kekecewaan tersebut menyebabkan sebagian pengurus dan anggota Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) mendeklarasikan pembentukan Perhimpunan Amanat Muhammadiyah (PAM) pada 9 Maret 2005 di Jakarta. PAM menjadi cikal bakal pembentukan PMB.

Rencana mendirikan partai baru sebagai alternatif warga Muhammadiyah mendapat restu dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada Sidang Tanwir III Muhammadiyah di Mataram, NTB, 2-5 Desember 2004.

Hasil sidang itu merekomendasikan kepada AMM untuk mengkaji secara mendalam mengenai kemungkinan pembentukan partai politik baru. Sidang Tanwir itu juga mengeluarkan panduan berpolitik dan mengintensifkan pendidikan politik bagi warga persyarikatan disertai dengan peningkatan peran dan fungsi lembaga Hikmah Muhammadiyah.

"Tanwir berpandangan bahwa gagasan membentuk partai politik baru hendaknya dipertimbangkan lebih matang dan tidak terburu-buru, bukan karena alasan kekecewaan atau sekadar keinginan memperebutkan kekuasaan politik," ujar Ahmad Syafi'i Ma'arif yang ketika itu masih menjabat Ketua Umum PP Muhammadiyah.

Setelah resmi berdiri dan disahkan menjadi salah satu peserta Pemilu 2009 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), dukungan PP Muhammadiyah terhadap PMB lebih terbuka.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah ketika menerima para pengurus DPP PMB di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, pada 9 Juli 2007 memberi dukungan penuh kepada PMB.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin mengatakan, walau tidak punya hubungan organisatoris tetapi PMB punya hubungan sosiologis, historis, dan kedekatan hati dengan warga Muhammadiyah.

"Sapalah warga Muhammadiyah dengan santun, jangan pernah berkhianat. Setiap parpol yang berkhianat kepada Muhammadiyah akan dijauhi warga Muhammadiyah," kata Din mengingatkan.

Din menceritakan dahulu ada partai politik yang mengklaim dekat dengan Muhammadiyah tetapi pada kenyataannya tidak membela kepentingan Muhammadiyah dan menampilkan nilai-nilai Muhammadiyah secara keseluruhan.

Namun Din yang disebut-sebut sebagai salah satu calon presiden untuk Pemilu 2009 juga mengingatkan bahwa secara organisatoris posisi Muhammadiyah merupakan gerakan dakwah dan sejak awal tidak berafiliasi secara formal dengan partai politik manapun.

Garis perjuangan Muhammadiyah tetap pada hasil sidang tanwir di Makassar tahun 1971 dan Denpasar pada 2002 berupa Khittah Muhammadiyah yaitu tidak akan terjun ke politik praktis dan tetap sebagai organisasi kemasyarakatan yang memfokuskan diri di bidang pendidikan dan sosial kemasyarakatan.

Warga Muhammadiyah tetap diperbolehkan masuk dan terlibat aktif dalam partai politik manapun sepanjang mengikuti ketentuan yakni tidak boleh rangkap jabatan sebagai pengurus Muhammadiyah.

Target

Pada Pemilu 2009, PMB yang bernomor urut 18 menargetkan memperoleh tujuh persen suara secara nasional. Target tersebut dinilai cukup realistis karena didasari atas hasil pemetaan secara menyeluruh di daerah-daerah basis massa PMB di Tanah Air.

"Angka tujuh persen itu tidak bisa diutak-atik lagi karena target itu sudah dalam hitung-hitungan kami terkait kantong-kantong massa PMB. Semua kader dan pengurus PMB akan bergerak mencapai target itu," kata Ahmad Rofiq.

Imam Addaruqutni bahkan berharap PMB bisa meraih 15 juta suara yang merupakan suara riil jumlah warga Muhammadiyah.

Imam yang juga mantan Ketua Umum AMM berharap massa PMB yang solid di Jambi dan Sumatera Barat membantu perolehan target suara tersebut. Ia menganggap PAN bukan merupakan pesaing PMB.

"Semua partai adalah kompetitor, mengambil suara PAN justru tidak signifikan. PMB ingin merebut suara dari Partai Golkar dan PDIP," kata Imam.

Untuk mencapai hasil itu, PMB berusaha mengoptimalkan seluruh jajarannya di daerah untuk menghidupkan mesin organisasi menjelang pelaksanaan Pemilu 2009.

Calon Presiden

Menyangkut kepemimpinan nasional ke depan, PMB bertekad melakukan percepatan regenerasi kepemimpinan nasional di segala bidang.

Tetapi kalau regenerasi kepemimpinan nasional itu masih belum bisa dilakukan pada 2009, kata Imam Addruqutni, maka para tokoh muda harus bisa berkolaborasi dengan tokoh tua. "Namun kalau tidak bisa diajak bekerja sama, PMB memilih
sebagai oposisi," kata Imam.

Terkait calon presiden mendatang, Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) PMB di Jakarta pada akhir Juli 2008 lalu telah merekomendasikan 13 tokoh yang berpeluang masuk bursa kepemimpinan nasional pada 2009.

Ke-13 tokoh tersebut adalah Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Ketua Umum PMB Imam Addaruqutni, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah M Amien Rais, Mensesneg Hatta Radjasa, dan mantan Menteri Agama Malik Fajar, Ketua PP Aisyiah Chamamah Suratmo, mantan Ketua DPR Akbar Tandjung.

Lalu Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, tokoh muda Muhammadiyah Jefrie Geovanie, Ketua Komisi Yudisial Busyro Muqoddas, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Ashiddiqie, mantan Ketua Pemuda Muhammadiyah Hajriyanto Y Tohari, dan mantan Kapolri Sutanto.

Dari 13 nama yang muncul tersebut, PMB bakal menjatuhkan pilihannya pada Din.

Sinyal tersebut disampaikan Ahmad Rofiq melalui pernyataan bahwa dukungan partainya terhadap Din sebagai calon presiden atau calon wakil presiden pada 2009 tidak perlu diragukan lagi.

"Dari 13 tokoh yang direkomendasikan Rapimnas PMB sebagai capres, Pak Din intinya nomor satu. Beliaulah yang akan kita dorong sebagai aspirasi PMB. Jadi, tidak perlu meragukan PMB untuk mendukung Din Syamsuddin," katanya.

Bagi PMB, sosok Din dianggap sebagai tokoh yang paling bisa merepresentasikan kepentingan warga Muhammadiyah. "Saat ini kami masih anggap Pak Din yang bisa mewakili dan merepresentasikan kepentingan Muhammadiyah," ujar Rofiq.

Nomor Urut Peserta Pemilu : 18

Pengurus

Ketua Umum Majelis Imarah (Dewan Pimpinan Pusat): Imam Addaruqutni
Sekretaris Jenderal : Ahmad Rofiq
Bendahara Umum: Armyn Gultom
Ketua Majelis A'la: Muhammad Suwardi

Alamat DPP:
Jalan Bukit Duri Tanjakan Kav. 7 Jakarta Selatan
Telp (021) 83785159
Fax (021) 83785159
Asas: Islam (Berkemajuan)

Oleh Lipsus Oleh Arief Mujayatno
Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2008