Batam (ANTARA News) - Jamaah calon haji kelompok terbang 81 Solo, Jawa Tengah, yang 12 jam tertunda keberangkatannya mengeluhkan todak mengalirnya air bersih di peturasan dalam ruang tunggu jamaah haji di Bandara Hang Nadim, Batam.

Untuk wudhu, mandi dan buang air kecil, air tidak mengalir dari kran, kata Indro Subowo dan Sukarman, jamaah dari Semarang yang tergabung bersama jamaah asal Boyolali dalam kloter 81 Solo.

Jamaah dalam kloter 81 Solo, menurut jadwal, berangkat dari Hang Nadim pukul 07.50 setelah dari Solo pesawat Airbus 330 GA 6123 tiba pukul 06.15 dan dalam sejam selesai mengisi avtur.

Ternyata penundaan terjadi karena indikator bahan bakar pesawat tersebut rusak sehingga Kapten Pilot Simon Richard Noon tidak melanjutkan perjalanan ke Jeddah dengan pesawat tersebut.

Airbus 330 dicarter Garuda dari maskapai penerbangan yang berbasis di Inggris. Atas kerusakan itu, Garuda mengganti pesawat dengan mendatangkan Boeing 747-400 Jakarta dengan kapten pilot Rudi Agustiansyah dan tiba pukul 15.35 WIB di Hang Nadim untuk melanjutkan perjalanan 402 jamaah kloter 81 Solo.

Keluhan jamaah bukan hanya pada soal air bersih di ruang tunggu.

Chondro Guritno, jamaah calon haji asal Semarang mengemukakan, karena sampai pukul 10.00 pesawat belum juga diberangkatkan, penumpang mulai resaah sebab sudah empat jam tidak menghirup udara segar.

Ia kemudian menghubungi awak kabin menanyakan alasan penundaan dan mendapat jawaban yang berbeda-beda.

Pertama, katanya, pesawat tertahan sebab ada rombongan pejabat penting dari Jakarta yang akan mendarat.

Kedua, jawaban dari awak kabin, ada beberapa dokumen yang harus diselesaikan dengan piuhak bandara. JAwaban ketiga, ada gangguan pada lampu pesawat. Kemudian yang keempat, ada kerusakan pada jarum penunjuk isi bahan bakar.

AC dan lampu di dalam kabin dimatikan. Penumpang yang resah mulai emosi. "Suasana di dalam pesawat agak tegang. Kemudian mulai pukul 11.50 penumpang diturunkan dan berkumpul di ruang tunggu jamaah bandara," kata Indro yang serombongan dengan istrinya.

Indro maupun Chondro mengemukakan, jamaah kloter 81 masih mencari jalur bagaimana mendapatkan tanggapan yang pantas dari Departemen Agama selaku penyelenggara ibadah haji dan maskapai Garuda sebagai operator pengangkut, atas terjadinya penundaan tersebut.

Seharusnya, dengan biaya ongkos naik haji yang sudah naik Rp5 juta (sekarang 33 juta), pelayanan dirasa nyaman oleh jamaah, kata Indro.

Dalam hal ini, katanya, penundaan hingga 12 jam seharusnya ditanggapi penyelenggara atau pengangkut dengan penyediaan hotel atau losmen yang layak untuk mandi dan berwudhu, bukan hanya dengan kudapan dan tiga kali makan.

"Uang bisa dicari. Bukan kerugian material yang kami permasalahkan, tetapi kerugian waktu untuk beribadah," kata Chondro.

Berangkat terlambat 12 jam, kata Indro, menyebabkan jamaah berkemungkinan akan kesulitan mendapatkan angkutan umum sehingga harus menyewa taksi ke maktab/pemondokan. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2008