Nusa Dua (ANTARA News) - Pemerintah menyiapkan insentif lebih besar dan pembangunan infrastruktur lebih cepat untuk mendorong investasi perkebunan dan industri hilir kelapa sawit di Indonesia guna menciptakan lapangan kerja baru dan mengurangi angka kemiskinan yang mencapai sekitar 15,42 persen dari total penduduk Indonesia.

"Investasi di bidang sawit selalu masuk lima besar untuk komitmen dan realisasi investasi," kata Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) M Lutfi, pada Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) dan Price Outlook 2009, di Nusa Dua, Bali, Rabu, yang dihadiri sekitar 670 orang baik dari dalam dan luar negeri.

Ia mengatakan, pada 2005-2008 investasi perkebunan dan industri sawit mencapai sekitar 3,8 miliar dolar AS baik dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA).

Lutfi melihat investasi di bidang kelapa sawit masih sangat menjanjikan, karena permintaan masih akan tumbuh baik dari sektor pangan maupun pengembangan energi terbarukan melalui bahan bakar nabati (biofuel).

Pada pembukaan IPOC tersebut, ia mengemukakan Indonesia merupakan satu dari dua negara di ASEAN yang memiliki iklim investasi yang baik untuk sektor perkebunan, di samping Myanmar.

"Indonesia memiliki 11 juta hektar lahan tak bertuan yang berbentuk ilalang, dan sekitar lima juta hektar bisa dimanfaatkan untuk perkebunan kelapa sawit," ujarnya.

Ia memperkirakan investasi perkebunan kelapa sawit seluas lima hektar tersebut akan menciptakan lima juta kesempatan kerja baru untuk mengatasi pengangguran di Indonesia yang mencapai 8,46 persen dari jumlah penduduk sebesar 222.190.000 orang.

"Kami di BKPM melihat pemerintah perlu memberi insentif lebih besar lagi, PP Nomor 1 Tahun 2007 bagus, tapi harus lebih besar dari itu (insentifnya)," ujar Lutfi.

Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 merupakan PP tentang fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal di bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu.

Selain itu, Lutfi juga mengungkapkan bahwa pemerintah akan mempercepat fasilitas pembangunan pelabuhan, terutama di Dumai, yang sudah tidak lagi memenuhi kebutuhan pertumbuhan produksi dan perdagangan minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya.

"Pelabuhan di Dumai memang tidak didesain untuk menampung produksi minyak sawit di Riau yang mencapai 1,7 juta hektar, sehingga tingkat demoragenya lebih tinggi," katanya.

Lebih jauh ia menegaskan pemerintah Indonesia semakin ketat dalam mengarahkan pembangunan industri kelapa sawit yang lestari sebagai tanggung jawab sosial dan lingkungan terhadap masyarakat dunia.

"Jadi kita sedang menyeimbangkan kebutuhan kita akan lapangan kerja dan memberikan masyarakat makan, tapi kami juga sadar tentang tanggung jawab membangun industri minyak sawit yang ramah lingkungan," katanya.

Sementara itu Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Akmaluddin Hasibuan mengatakan pada 2008 Indonesia memberi kontribusi sekitar 12,34 persen pada produksi minyak dan lemak nabati dunia, dengan proyeksi produksi CPO tahun ini sekitar 19 juta ton.

Selama ini industri minyak sawit nasional memberi lapangan kerja kepada lebih dari empat juta penduduk Indonesia. "Oleh karena itu pemerintah perlu memberi dukungan yang kuat kepada industri tersebut," ujarnya.  (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2008