Beijing, (ANTARA News) - Pertumbuhan ekspor Indonesia tahun 2009 diperkirakan akan turun drastis dibanding 2008 menyusul terjadinya krisis finansial global yang berpengaruh pada melemahnya permintaan produk dipasaran internasional.

"Krisis keuangan  akan berdampak pada melemahnya sejumlah produk di pasaran internasional, maka dari itu perkiraan target ekspor optimistik tahun depan akan mengalami turun drastis dibanding 2008. Kita harus antisipasi itu," kata Mendag Mari E Pangestu usai memberikan pengarahan Rakor Kerjasama Perdagangan Internasional Dengan Perwakilan RI di Luar Negeri yang diadakan Depdag RI, di Beijing, Sabtu.

Hadir dalam acara itu Dubes RI untuk China Sudrajat, sejumlah eselon I Depdag, serta 50 kepala perwakilan dagang Indonesia di kawasan Asia, Afrika dan Timur Tengah.

Menurut Mari, penurunan drastis pertumbuhan ekspor nasional pada tahun depan juga disebabkan oleh harga sejumlah komoditi di pasar internasional turun serta berkurangnya volume permintaan dari sejumlah negara.

Akibat dari melemahnya harga dan volume sejumlah komoditi andalan Indonesia di pasar dunia melemah, maka hal itu juga akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekspor nasional tahun depan.

Kondisi ini, katanya, juga banyak dialami oleh sejumlah negara di dunia sehingga pelemahan pertumbuhan ekspor selama 2009 juga akan memukul negara-negara lain.

Sejumlah produk yang akan alami penurunan volume dan nilai, kata Mendag Mari, antara lain karet, serta produk pertambangan seperti nikel, aluminium, serta tembaga.

Untuk komoditi itu diperkirakan akan alami penurunan mengingat industri otomotif yang membutuhkan karet untuk ban serta bahan pertambangan untuk pembuatan otomotif, juga mengalami kelesuan yang sangat berarti.

"Akibat adanya kelesuan di industri otomotif dunia maka permintaan terhadap produk pertambangan juga akan melemah dan itu juga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekspor Indonesia," kata Mari.
Produk lain seperti minyak kelapa sawit mentah (CPO) diperkirakan ekspornya masih mampu mengalami pertumbuhan karena negara tujuan ekspor terbesar seperti India dan China masih besar permintaannya.

Harga komoditi perkebunan seperti CPO masih menjadi andalan peningkatan nilai ekspor Indonesia, karena peningkatan harga komoditas di pasar dunia.

Tahun 2008 harga rata-rata CPO dunia mencapai sekitar 600-700 dolar AS per ton atau naik dibandingkan tahun 2007 yang rata-rata harganya mencapai 632 dolar AS per ton. Pada 2005 bahkan harga CPO rata-rata mencapai 520 dolar AS per ton.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan kinerja ekspor berbagai komoditi unggulan Indonesia mulai menunjukkan penurunan seiring menurunnya permintaan dari negara tujuan dan anjloknya harga komoditi.

BPS mencatat ekspor selama Oktober 2008 turun cukup tajam sebesar 11,61 persen dibanding Septemner 2008 menjadi 10,81 miliar dolar AS. Namun dibanding Oktober 2007 masih naik 4,92 persen.

Ekspor nonmigas selama Oktober sebesar 9 miliar dolar AS atau turun 8,10 persen dibanding September 2008. Sedangkan jika dibandingkan dengan Oktober 2007 ekspor nonmigas naik 8,22 persen.

Nilai ekspor kumulatif Januari-Oktober 2008 mencapai 118,43 miliar dolar AS atau naik 26,92 persen. Nilai ekspor periode Januari-Oktober 2007 mencapai 92,26 miliar dolar AS. Nilai ekspor selama 10 bulan 2008 dibandingkan dengan periode yang sama 2007 mengalami kenaikan 21,63 persen.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
COPYRIGHT © ANTARA 2008