Bangkok (ANTARA News) - Salah satu suratkabar utama Thailand, The Nation, memuji mantan Menteri Luar Negeri Ali Alatas, sebagai negarawan besar Asia terutama karena inisiatif-inisiatif diplomatiknya yang brilian di Kamboja dan perjuangannya memoles citra Indonesia ketika Insiden Santa Cruz di Timor Timur mencoreng pencapaian diplomasi RI yang fenomenal saat itu. "Di kawasan (Asia Tenggara) sendiri, sosok menjulang dalam diplomasi Asia ini, sebagaimana disebut Sekretaris Jenderal ASEAN Dr Surin Pitsuwan, dikenal memegang kunci terpenting dalam konflik Kamboja yang meretas negosiasi damai di Paris pada 1991," tulis editor The Nation, Kavi Chongkittavorn. Dalam tulisan obituarinya pada The Nation (12/12) Kavi mengisahkan, pada Juli 1988 di Istana Bogor dalam Jakarta Informal Meeting, Bapak, demikian Kavi menyebut Ali Alatas, berhasil meyakinkan pihak-pihak bertikai di Kamboja yang terdiri dari rezim Heng Samrin dukungan Vietnam, kelompok loyalis Raja dan Khmer Merah duduk semeja untuk menyelesaikan masalah mereka. "Saya ingat kata-katanya pada saya dalam satu seminar di Beijing April tahun ini, 'Saya tidak bisa berbuat apa-apa, jika mereka (pihak-pihak bertikai) tidak menginginkan perdamaian. Merekalah yang pertamakali mesti menginginkan damai, setelah itu baru kita membantu dan membangun kepercayaan diri mereka," kenang Kavi. Atas jasa-jasanya mendamaikan pihak-pihak bertikai di Kamboja inilah, pemerintahan Kerajaan Thailand melalui Perdana Menteri Chuan Leekpai menganugerahkan medali kehormatan tertinggi negara itu kepada Ali Alatas. The Nation lalu menyebut Ali Alatas sebagai wajah dan suara Indonesia di dunia internasional pada 1980an dan 1990an, bahkan menjadi orang terdepan yang menjelaskan pada dunia tentang Indonesia termasuk saat disorot internasional karena berbagai manuver politik dalam negeri yang acap mencoreng keberhasilan diplomasi Indonesia. Koran Thailand ini lalu menyebut insiden Santa Cruz, Timor Timur, pada 1991, yang menurut pengakuan Ali Alatas kepada Kavi Chongkittavorn telah menjadi titik balik keberhasilan diplomasi Indonesia saat itu. "Dia kemudian menulis sebuah buku mengenai perjuangan diplomasi negaranya perihal Timor Timur, yang digambarkannya bagai kerikil dalam sepatu Indonesia," tulis Kavi. Seperti halnya media massa ASEAN diantaranya Malaysia dan Singapura, The Nation juga memuji reputasi internasional Ali Alatas selama memimpin korps diplomatik Indonesia, bahkan saat dia pensiun dan menjadi utusan khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Koran ini mengisahkan pencapaian diplomasi terakhir Ali Alatas dalam soal Myanmar, yang disebut sebagai arsitek kunci penyelesaian menyeluruh negeri yang masih kerap disebut Burma ini. Ali Alatas ingin mempraktikan keberhasilan Kamboja di Myanmar. "Para pemain kunci (dalam solusi di Myanmar) seperti China, India dan Vietnam telah menunjukkan dukungannya pada rencana Indonesia (yang digagas Ali) itu, tapi sayang Presiden Yudhyoyono tidak mengeluarkan pernyataan resminya. Dia (Ali Alatas) berulangkali meminta junta Myanmar untuk membebaskan pemimpin oposisi Aung Saan Suu Kyi," tulis Kavi. The Nation juga mengungkapkan hubungan istimewa Ali Alatas dengan para wartawan yang disebut Harian itu sebagai sosok yang selalu terbuka pada pers dan mau meladeni hal apapun yang ditanyakan wartawan, termasuk saat-saat paling sulit sekalipun. "Saya beruntung bertemu (beberapa kali) dengan Bapak (Ali Alatas) dalam banyak konferensi pers, diantaranya mengenai ASEAN dan Timor Timur, baik di dalam negerinya sendiri (Indonesia) maupun di luar," kata Kavi. (*)

Pewarta: jafar
Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © ANTARA 2008