Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi menyatakan kredibilitas pemerintah dalam menaati hukum kini diuji terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pemilihan gubernur (Pilgub) Jawa Timur.

"Sekarang inilah diuji kredibilitas pemerintah pusat dan daerah perihal disiplin hukum nasional, apakah ikut hukum atau kepentingan parsial," kata Hasyim melalui pesan singkat (SMS) yang diterima ANTARA di Jakarta, Jumat.

Terkait Pilgub Jatim, MK memerintahkan dilakukannya coblos ulang di Sampang dan Bangkalan karena menilai di dua kabupaten itu telah terjadi kecurangan yang sistematik, terstrustruk dan masif, serta hitung ulang di Pamekasan.

Hasyim merasa perlu mengingatkan pemerintah karena menilai saat ini sedang berlangsung upaya sistematik untuk membalik opini dengan menyalahkan MK, baik melalui wacana, gerakan, maupun unjukrasa.

Dikatakannya, keputusan MK sudah tepat dan benar sesuai hukum dan konstitusi. Bahkan, perlu didukung secara luas.

"Karena MK bukan hanya bicara hitung-hitungan angka, namun bicara tentang kejujuran dan keadilan," kata pengasuh Pondok Pesantren Al Hikam, Malang, Jatim, tersebut.

Menurut Hasyim, putusan MK tersebut menjadi sangat penting karena rakyat akan menghadapi Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden yang tentu diharapkan tidak diwarnai kecurangan. Putusan MK soal Pilgub Jatim bisa dijadikan ukuran bagi kedua Pemilu tersebut.

"Jadi, kepentingan putusan MK tidak hanya untuk Pilgub Jatim, tapi berskala nasional," katanya.

Oleh karena itu, Hasyim melarang warga NU Jatim mengikuti gerakan pembalikan opini tersebut.

"Warga NU dilarang keras mengikuti gerakan pembalikan opini ini karena akan merugikan masyarakat sendiri dan membenarkan kecurangan," katanya.

Hasyim juga mengimbau masyarakat Madura agar tidak mau diadu-domba dengan MK dan tidak perlu merasa tersinggung dengan putusan MK.

"Rakyat Madura jangan mau diadu-domba dengan MK dan tidak perlu merasa tersinggung karena yang salah bukan masyarakat Madura tetapi beberapa orang yang berbuat curang karena takut kalah kemudian akibatnya merusak nama luhur Madura," katanya. (*)

Pewarta: anton
Editor: Anton Santoso
COPYRIGHT © ANTARA 2008