Yogyakarta (ANTARA News) - Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid berpendapat bahwa sikap untuk tidak menggunakan hak suaranya dalam Pemilu (Golput) adalah bentuk apatisme dalam membangun bangsa dan orang yang bersikap seperti itu berarti tidak berupaya melakukan perubahan.

"Ketika masyarakat sudah tidak berupaya melakukan perubahan maka yang terjadi adalah stagnasi atau justru kepemimpinan tersebut akan diambil oleh orang-orang yang selama ini justru tidak memperhatikan kepentingan warga dalam sebuh negara," kata Hidayat Nur Wahid dalam sebuah saresehan di Yogyakarta, Rabu.

Menggambarkan Golput, Hidayat Nur Wahid bahkan mengutip penggalan karya sastra Ibnu Chaldun yang menyatakan, "matinya suatu bangsa adalah jika bangsa tersebut sudah tidak punya idealisme dan terjebak dalam pragmatisme dan permisivisme".

Sedangkan terkait iklan PKS yang mengundang kotroversi karena menampilkan tokoh-tokoh terkenal, Hidayat mengatakan bahwa iklan tersebut bukan secara sengaja dimaksudkan untuk mengundang kontroversi.

"Iklan tersebut merupakan sebuah upaya agar masyarakat kita belajar menghargai pemimpin-pemimpin bangsa kita" katanya.

Menurut dia, berdasarkan sejarah masa lalu bangsa ini tidak pernah lepas dari dendam.

"Bagaimana dalam cerita Singasari, Ken Arok membunuh Tunggul Ametung, kemudian anak Tunggul Ametung membunuh ayah tirinya (Ken Arok), dan seterusnya hingga ke anak cucu," katanya.

Ia mengatakan, hal tersebut janganlah dijadikan sebagai "kaca" bagi bangsa kita karena kenyataan yang terjadi ketika Soekarno melepas kepemimpinannya, ia dihujat pada masa orde baru.

"Kemudian Orde baru tumbang, Soeharto dihujat pada masa reformasi. Habibie selesai menjabat, dihujat semasa Gus Dur, demikian seterusnya," katanya.

Lebih lanjut ia mengatakan, jika budaya seperti ini dibiarkan berlarut-larut maka kapan bangsa ini akan menjadi bangsa yang beradap.

"Malaysia saja yang sering terjadi pergolakan politik hingga sekarang, semua perdana menteri mereka senantiasa dihormati karena pasti ada kebaikan dari apa yang dia lakukan," katanya.

Sementara menyinggung masalah keistimewaan Daerah istimewa Yogyakarta (DIY), Hidayat mengatakan, masalah ini harus ditanggapi dan dihadapi dengan arif.

"NAD dalam upaya mempertahankan keistimewaan mampu untuk menahan pergolakan sehingga kondisi masih bisa dikendalikan," katanya.

Lebih lanjut ia mengatakan, masyarakat Yogyakarta harus arif dan bijaksana dalam upaya mempertahankan keistimewaan, karena secara kultur masyarakat Yogyakarta lebih bisa berlaku demikian.
(*)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2008