Yogyakarta (ANTARA News) - Krisis global mengakibatkan instabilitas ekonomi makro yang semakin memburuk, ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang turun hingga 5 persen sehingga jumlah angka kemiskinan dan pengangguran diperkirakan meningkat. "Krisis global menimbulkan dampak krisis sektor finansial yang ditandai instabilitas ekonomi dengan melemahnya nilai tukar rupiah, menurunnya harga produk primer, dan pengalihan uang ke luar negeri," kata pengamat ekonomi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr Sri Adiningsih di Yogyakarta, Kamis. Ia mengatakan, dengan pertumbuhan ekonomi yang belum tertata dikhawatirkan dampak krisis global akan mudah terasa. Akibatnya, angka kemiskinan dan pengangguran akan meningkat, sehingga harus ada antisipasi yang untuk meminimalkan dampak krisis global. Sehubungan dengan hal itu, menurut dia, masyarakat dan pasar agar tidak panik menghadapi ancaman dampak krisis global. Tindakan itu sangat penting untuk menghindari terjadinya krisis ekonomi moneter yang pernah terjadi pada 1997 dan depresi ekonomi global pada 1930. "Kalau terjadi kepanikan akan berdampak lebih besar, dan jika itu terjadi, rupiah akan melemah secara tajam, yang akhirnya akan merusak perekonomian nasional. Oleh karena itu, yang perlu dilakukan adalah meminimalkan dampak negatif yang muncul, karena potensi pasar yang besar," katanya. Dalam hal ini, menurut dia, pemerintah Indonesia perlu membangun perekonomian yang memiliki daya tahan dan kelenturan yang tinggi agar dapat tetap berkembang dan bertahan dalam kondisi yang semakin dinamis dan kompetitif. Ia mengatakan, pemerintah harus lebih fokus pada pembangunan ekonomi domestik untuk lebih mandiri dan melakukan revitalisasi industri dengan prioritas pada sumberdaya industri dan pembangunan infrastruktur yang memadai. Selain itu, pemerintah juga diminta secara serius mengelola resiko ekonomi dan fiskal di samping melakukan penguatan pada sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan kewirausahaan, sehingga mereka tetap dapat bertahan dan berkembang. "Adapun modal asing adalah pelengkap dalam fokus pembangunan ekonomi ke depan, sehingga kita dapat mandiri dan tidak terus menerus tergantung pada pihak asing," kata Sri Adiningsih yang juga Kepala Pusat Studi Asia Pasifik (PSAP) UGM.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2008