Jakarta (ANTARA News) - Sekalipun ASEAN telah menyepakati pembentukan Badan HAM ASEAN pada pertemuan tingkat Menlu setahun lalu di Manila namun kritik dan keraguan terhadap mekanisme HAM di kawasan Asia Tenggara tetap bermunculan.

Sejumlah pihak ragu Badan HAM ASEAN mampu berunjukgigi mengatasi pelanggaran HAM yang dilakukan anggota ASEAN --Brunei, Kamboja, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Thailand, Singapura, Filipina, Laos, dan Vietnam.

Pensahan pemberlakuan Piagam ASEAN dalam satu pertemuan khusus tingkat Menlu ASEAN di Sekretariat ASEAN Jakarta, pekan lalu, yang disebut-sebut sebagai hari bersejarah bagi kawasan ini, tetap tidak mampu menepis keraguan.

Kritik dan keraguan tetap memenuhi benak sejumlah tokoh HAM sekalipun ASEAN mengklaim Piagam ASEAN telah mengubah ASEAN dari sebuah asosiasi menjadi sebuah organisasi berdasarkan hukum.

Keraguan ini menyeruak mengingat sekalipun Piagam ASEAN telah diadopsi, negara-negara ASEAN masih berpegang pada prinsip non intervensi pada urusan dalam negeri mereka dan tidak mengenal istilah sanksi.

Kekhawatiran tumpulnya Badan HAM ASEAN terutama merujuk pada memburuknya proses demokratisasi di Myanmar dengan melambatnya pemenuhan Peta Jalan Demokrasi dan penahanan tokoh pro-demokrasi Aung San Suu Kyi.

Apalagi, setelah satu tahun berlalu draft pertama TOR Badan HAM ASEAN dijadwalkan diserahkan pada para Menlu ASEAN pada pertemuan tingkat Menlu di Thailand Juli 2009.  Tampaknya sekalipun kepedulian ASEAN terhadap tegaknya perlindungan HAM di kawasan cukup besar namun upaya mewujudkannya dalam sebuah mekanisme tertentu tidak semulus harapan.

Selain permasalahan penegakan HAM, tradisi ASEAN untuk selalu mengambil keputusan dengan suara bulat juga dikritisi sejumlah kalangan sebagai penyebab lambatnya keputusan sikap ASEAN.

Badan HAM

Jika Uni Eropa jauh-jauh hari sudah memiliki Pengadilan HAM Eropa, Uni Afrika mempunyai Komisi HAM, dan Organisasi antarnegara Amerika (OAS) memiliki Komisi HAM Inter-Amerika dan Pengadilan HAM, maka Badan HAM ASEAN memang tampak sangat terlambat.

Permasalahan penegakan HAM di kawasan bukan tidak disadari oleh para pemimpin ASEAN. Menlu RI Hassan Wirajuda semenjak KTT Cebu, Filipina telah mengakui ketertinggalan ASEAN dibanding organisasi-organisasi regional lain dalam bidang HAM.

"Kita tahu bahwa ASEAN tertinggal dibandingkan badan regional lain dalam permasalahan HAM. Karena itu kita harus mengejar ketertinggalan itu," katanya.

Hal senada dikemukakan pengamat masalah internasional CSIS Bantarto Bandoro menjelang pembahasan Piagam ASEAN di KTT Cebu.

Menurut dia, berbagai pelanggaran HAM di sejumlah negara Asia Tenggara merupakan tanda segera diperlukannya suatu mekanisme HAM kawasan.

Namun perbedaan kondisi sosial dan politik antar negara anggota ASEAN diyakini menjadi ganjalan dalam mempercepat pembakuan mekanisme HAM ASEAN, karena langkah itu dinilai berpeluang menciptakan ketegangan.

Non Intervensi

Berkaitan dengan prinsip non intervensi dan kesepakatan via konsensus yang menjadi ciri khas ASEAN, Sekretaris Jenderal ASEAN Surin Pitsuwan mengatakan bahwa ASEAN memiliki cara sendiri yang boleh jadi berbeda dengan dunia internasional.

Menurut Surin, prinsip non intervensi ASEAN selaras dengan prinsip-prinsip penghormatan kedaulatan yang tentunya tidak tak terbatas.

Surin juga mengatakan ASEAN memiliki pengalaman panjang dalam kerjasama di mana hubungan antar negara anggota terus berkembang.

Ia mengungkapkan, sepuluh tahun lalu ketika masih menjabat sebagai Menlu Thailand, pembahasan dalam pertemuan khusus tingkat Menlu ASEAN tidak semaju saat ini.

"Sekarang para Menlu ASEAN bebas terbuka membahas apapun, termasuk masalah yang dihadapi salah satu negara anggotanya" yang berpotensi mengganggu negara anggota yang lain," kata Surin.

Pengambilan suara secara konsensus juga masih diyakini sebagai cara ampuh untuk menghasilkan keputusan yang dapat diterima seluruh anggota ASEAN.

Untuk memperpendek waktu bagi keluarnya keputusan-keputusan, Piagam ASEAN telah mewajibkan semua negara anggota ASEAN menunjuk satu perwakilan tetap di Sekretariat ASEAN.

Menurut Surin, perwakilan tersebut akan bertugas membereskan semua permasalahan dengan pemerintah masing-masing negara.

Apabila merujuk pada pernyataan mantan Menlu RI Ali Alatas bahwa Piagam ASEAN bukan dokumen sempurna sehingga ada ruang untuk perbaikan-perbaikan, maka pernyataan Surin tentang perkembangan ASEAN cukup dapat diterima.

Piagam ASEAN adalah wujud komitmen untuk perubahan, bukan hasil akhir.  Walaupun begitu, ada baiknya ASEAN menetapkan tenggat waktu yang tegas untuk setiap agenda sehingga keraguan publik bisa terjawab. (*)

Oleh Oleh Gusti Nur Cahya Ariyani
Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © ANTARA 2008