Jakarta (ANTARA News) - Mulanya banyak yang meragukan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) akan berhasil mengesahkan pemberlakuan Piagam ASEAN sesuai jadwal pada penghujung 2008 seiring memburuknya situasi politik di Thailand. Thailand, yang menjabat Ketua ASEAN periode 2008-2009, seharusnya menggelar acara pertemuan puncak ke-14 ASEAN yang salah satu acaranya adalah pengesahan pemberlakuan Piagam ASEAN pada pertengahan Desember 2008. Namun aksi unjuk rasa berkepanjangan termasuk gerakan pendudukan bandara internasional Suvarnabhumi oleh kelompok yang menamakan dirinya Aliansi Rakyat untuk Demokrasi (PAD) yang berujung pada pemberhentian perdana menteri oleh parlemen memaksa pemerintah Thailand mengundurkan rencana penyelenggaraan pertemuan puncak tersebut. Pada awal Desember 2008, pemerintah Thailand mengumumkan pertemuan puncak ke-14 akan diselenggarakan pada Maret 2009.Pengumuman penundaan tersebut memancing reaksi dari sejumlah negara anggota ASEAN, salah satunya adalah Indonesia yang mengusulkan untuk menggelar pengesahan pemberlakuan Piagam ASEAN sesuai jadwal mengingat ASEAN telah menanti pengesahan dokumen tersebut selama 41 tahun. Pemerintah Indonesia mengusulkan agar pengesahan pemberlakuan Piagam ASEAN dilakukan sesuai jadwal --tepat 30 hari setelah negara terakhir ASEAN mendepositkan instrumen ratifikasi kepada Sekretaris Jenderal ASEAN-- di Sekretariat ASEAN Jakarta. Suatu usul yang ditanggapi dengan serius oleh pemerintah Thailand yang kemudian mengajukan proposal serupa terhadap para anggota ASEAN. Sambutan baik dari Sekretaris Jenderal Surin Pitsuwan dan sembilan negara ASEAN yang lain menjadi modal utama kesuksesan acara pengesahan pemberlakuan Piagam ASEAN di Sekretariat ASEAN Jakarta, 15 Desember lalu. Pada Senin (15/8) sepuluh menteri luar negeri ASEAN, Surin Pitsuwan dan Presiden Yudhoyono bersulang menyambut pemberlakuan Piagam itu. Suatu momentum bersejarah bagi ASEAN yang telah berhasil menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan dalam empat dasawarsa terakhir. Setelah mengalami intervensi dari berbagai bangsa di era kolonial, kawasan Asia Tenggara memimpin perubahan dan pergerakan di kawasan dan sekitarnya melalui berbagai forum dibawah ASEAN, antara lain ASEAN+3 dan ARF (ASEAN Regional Forum). Dasar Hukum Piagam ASEAN adalah aturan dasar yang akan menjadi payung hukum 10 negara ASEAN dalam memaksimalkan perannya, termasuk mengubah asosiasi itu menjadi organisasi yang berdasarkan hukum. Dengan adanya Piagam maka segala nota kesepahaman ataupun kesepakatan yang diadopsi bersama oleh ASEAN harus dipegang teguh oleh para anggotanya. Presiden Yudhoyono mengatakan bahwa Piagam ASEAN memperkuat persatuan Asia Tenggara untuk menghadapi berbagai tantangan dunia internasional di masa mendatang. "Dengan Piagam ASEAN kita lebih terikat dari sebelumnya, untuk menyelesaikan perbedaan antara kita (di masa mendatang) dengan cara-cara yang lebih bersahabat," kata Presiden.Menurut Kepala Negara, dimasa mendatang diharapkan perbedaan-perbedaan yang ada di antara negara ASEAN dapat menjadi aset bukan potensi perselisihan sehingga ASEAN dapat lebih bersatu. Piagam ASEAN, lanjut dia, juga memperkuat integrasi kawasan yang menjadikan ASEAN sebagai organisasi yang berbasis masyarakat, baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun sosial budaya.Negara-negara ASEAN menyamakan komitmen dan semangatnya untuk menuju masyarakat ASEAN 2015 dengan Piagam, katanya. Presiden menilai dengan Piagam ASEAN negara-negara anggota ASEAN lebih siap menyelesaikan permasalahan dan tantangan-tantangan dunia internasional saat ini, mulai dari perubahan iklim, krisis energi dan makin mendekatnya batas akhir pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium (MDGs) serta kompetisi di era globalisasi. Percepat Integrasi Sementara itu Surin mengatakan bahwa pasca pengesahan pemberlakuan Piagam ASEAN maka proses integrasi kawasan tidak dapat diperlambat lagi.Dia menilai bahwa integrasi ekonomi dan kesediaan untuk membuka diri satu sama lain antar negara-negara anggota sebagai cara paling efektif untuk melindungi kawasan dari ancaman krisis ekonomi global. "Kami mendorong kerjasama dan upaya integrasi ekonomi ... kami berkomitmen mengatasi ancaman krisis keuangan dengan lebih membuka diri satu sama lain," ujarnya. Oleh karena itu, lanjut dia, ASEAN akan terus melanjutkan upayanya memberikan perlindungan terbaik untuk mencegah perlambatan ekonomi, termasuk mengenai usulan penurunan tarif. Selaku mantan Menlu Thailand, Surin juga menegaskan bahwa pergerakan ASEAN tidak akan melambat dengan adanya krisis politik di Thailand. Surin memastikan bahwa setia agenda ASEAN --yang terdiri dari Brunei, Kamboja, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Thailand, Singapura, Filipina, Laos, dan Vietnam-- tetap berjalan sebagaimana mestinya, termasuk rencana pertemuan Menteri Keuangan se-ASEAN guna membahas Inisiatif Chiang Mai dengan negara-negara ASEAN+3 (Jepang, Korsel, China) tentang dana cadangan bersama untuk mengatasi krisis global. Namun mengingat pasca pengesahan pemberlakuan Piagam, ASEAN dihadapkan pada krisis politik Thailand, melambatnya Peta Jalan Demokrasi Myanmar dan potensi konflik perbatasan Thailand-Kamboja dibawah ancaman krisis keuangan global maka tampaknya organisasi yang didirikan ketika Asia Tenggara dalam kondisi babak belur itu --tetapi terbukti mampu menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan selama 41 tahun terakhir-- masih harus menghadapi masa-masa yang tidak mudah di 2009.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2008