Jakarta (ANTARA News) - Muhamad Nur, wartawan Batam Pos, meraih Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2008 dan uang senilai Rp50 juta untuk kategori Pembangunan Kemanusiaan atas karyanya berjudul "16 Tahun Menyerah, Dikalahkan Ombak dan Hama Babi" yang dipublikasikan Batam Pos edisi 27 Desember 2008.

Karya tulis jurnalistik Muhamad Nur meraih nilai 401, dan menyisihkan 36 tulisan lainnya yang termasuk unggulan dengan sisi penilaian secara tematik, materi dan penguasaan Bahasa Indonesia, demikan hasil keputusan Dewan Juri Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2008, di Jakarta, Kamis.

Dewan juri terdiri atas Artini Suparmo PhD (wartawan senior, pemenang Adinegoro sebanyak dua kali, dan dosen London School Public Relations/LSPR), Atmakusumah Astraatmadja (mantan Ketua Dewan Pers dan dosen senior Lembaga Pers Dr. Soetomo/LPDS), dan Radhar Panca Dahana (budayawan, dan pengasuh kolom sastra di satu media massa nasional).

Selain itu, Tribuana Said (anggota Dewan Penasehat Persatuan Wartawan Indonesia/PWI Pusat, dan dosen senior LPDS), serta DR Yayah Bachria Mugnisjah Lumintaintang APU (pakar dari Pusat Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan Nasional/Depdiknas).

Dewan juri penghargaan tertinggi dari PWI Pusat untuk karya tulis jurnalistik tersebut juga memutuskan tidak adanya pemenang untuk Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2008 kategori Pembangunan Demokrasi lantaran tidak ada yang memenuhi standar sesuai ketentuan lomba dan harapan yang didiskusikan para juri.

Muhamad Nur dijadwalkan menerima Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2008 dan uang senilai Rp50 juta pada Malam Pers Perjuangan, yang menjadi puncak dari serangkaian kegiatan Hari Pers Nasional (HPN) 2009 di Tennis Indoor Senayan, Jakarta, pada 9 Februari mendatang.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dijadwalkan hadir dalam acara puncak HPN 2009 yang bertema "Kemerdekaan Pers Dari dan Untuk Rakyat."

PWI memberi nama Adinegoro untuk penghargaan tertinggi di bisang karya jurnalistik guna mengenang kejuangan salah seorang tokoh pers nasional yang memiliki nama lengkap Djamaluddin Gelar Datuk Maradjo Sutan, yang juga adik dari tokoh kemerdekaan nasional M. Yamin.

Adinegoro yang lahir di Talawi, Sumatera Barat, pada 14 Agustus 1904 dan wafat di Jakarta 8 Januari 1967 itu, mengeyam pendidikan kewartawanan di Munchen (Jerman) dan Amsterdam (Belanda) sebelum kembali ke tanah air tahun 1931 untuk menjadi Pemimpin Redaksi Panji Poestaka untuk kemudian memimpin surat kabar Pewarta Deli.

Namanya juga diabadikan untuk Yayasan Pendidikan Multimedia Adinegoro yang menaungi Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS) sebagai satu institusi yang mengabdi untuk membangun/meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia di bidang jurnalistik. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2009