Surabaya (ANTARA news) - Suap di Indonesia terjadi mulai dari Polri, pengadilan, hingga Majelis Ulama Indonesia (MUI). "Polri merupakan institusi terbanyak secara kuantitas, sedangkan pengadilan merupakan institusi terbanyak secara kualitas," kata peneliti Transparency International Indonesia (TII) Anita Rahman Akbarsyah di Surabaya, Kamis. Ia mengemukakan dalam seminar "Sosialisasi Indeks Persepsi Korupsi 2008 dan Indeks Suap 15 Institusi Publik" yang digelar TII bekerjasama dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya. Menurut dia, Polri terbanyak dalam kuantitas suap hingga 48 persen dengan nilai suap Rp2,27 juta, sedangkan pengadilan terbanyak dalam kualitas dengan nilai suap Rp102,4 juta tapi indeksnya hanya 30 persen. "Jadi, pengadilan itu besar dalam angka, tapi polisi besar dalam tingkat kerawanannya, karena polisi memang sering berinteraksi dengan masyarakat, termasuk pengusaha yang menjadi responden kami paling banyak," katanya. Ia menyatakan suap yang diteliti bukan hanya sebatas suap dalam pengurusan SIM, STNK, dan layanan publik lainnya, melainkan suap dalam hubungan dengan pengusaha, seperti keamanan, pengadaan barang dan jasa, transportasi, dan sebagainya. "Kalau MUI memang paling kecil dengan hanya 10 persen dan nilainya juga hanya Rp1,67 juta, tapi penelitian kami bukan mengada-ada, karena terbukti MUI melakukan dalam sertifikasi halal," katanya. Ia mengatakan responden umumnya menjawab dengan tegas bahwa biaya yang diberikan kepada MUI bukan biaya sertifikasi halal, tapi suap untuk mendapatkan sertifikasi halal. "MUI jangan melihat hasil penelitian kami dengan klarifikasi, tapi harus lebih bijak menyikapi, karena nilaio suap yang ada hanya 10 persen, sehingga lebih mudah untuk dicegah," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2009