Pangkalpinang (ANTARA News) - Petani sawit di Pangkalpinang, Provinsi Bangka Belitung (Babel) sulit mendapatkan pupuk karena persediaan pupuk di koperasi sebagai penyaluran pupuk terbatas.

"Kami mengalami kesulitan untuk memupuk pohon sawit karena persediaan pupuk di koperasi hanya cukup untuk petani sayur, lada dan pertanian lainnya yang hanya membutuhkan pupuk sedikit," ujar Sapir, petani sawit Tempilang, di Pangkalpinang, Jumat.

Menurut dia, sulitnya mendapatkan pupuk, sawit yang berbuah terkadang tidak pupuk sehingga batang dan buah sawit kerdil dan petani mengalami kerugian karena kwalitas buah sawit kurang.

Pemupukan sawit dilakukan tiga kali dalam setahun namun karena terbatasnya pupuk di koperasi, petani terpaksa tidak memupuk sawit.

"Saya memiliki tiga hektar kebun sawit, agar kwalitas batang dan buah sawit bagus harus menyediakan 500 kilogram pupuk seperti pupuk urea, poska dan kapurnamun karena terbatasnya pupuk, pemupukan hanya 50 kilogram saja sehingga pohon dan buah sawit menjadi kerdil," ujarnya.

Ia menjelaskan, akibat pemupukan sawit kurang mengakibatkan hasil panen sawit berkurang drastis. Hasil panen sawit pada Kamis (5/2) hanya 450 kilogram jika dibandingkan hasil penen sebelumnya bisa mencapai 1,5 ton sawit.

Untung saja harga buah sawit kembali naik mencapai Rp900 per kilogram sehingga petani tidak terlalu rugi.

Harga sawit pada Desember 2008 sempat turun drastis seharga Rp100 hingga Rp300 perkilogram, seiring krisis global yang berimbas ke daerah itu.

Padahal sebelum krisis global harga TBS mencapai Rp2.500 per kilogram, dan diprediksikan harga TBS akan terus bergerak naik mencapai Rp2.500 perkilogram.

Harga kembali naik pada Rabu (4/2) seperti TBS golongan satu naik menjadi Rp900 per kilogram jika dibandingkan harga pada Senin (2/2) seharga Rp700 per kilogram. Harga TBS golongan dua naik menjadi Rp800 perkilogram dari harga sebelumnya Rp600 per kilogram dan harga TBS jenis tiga naik menjadi Rp700 per kilogram dari harga sebelumnya Rp500 per kilogram.

"Saat ini harga TBS kembali naik dan petani sawit kembali bergairah memanen dan merawat perkebunan sawit, jika dibandingkan pada saat harga sawit anjlok," ujarnya.

Hal senada juga dikatakan, Mamang, petani sawit, mengatakan, sejak ada kebijakan pemerintah mengenai pendistribusian pupuk, petani sulit mendapatkan pupuk karena persediaan pupuk di koperasi terbatas.

"Saat ini, penjualan pupuk hanya ada di koperasi sedangkan tempat penjualan pupuk swasta yang menjual pupuk pada tahun lalu sudah tidak menjual pupuk lagi," ujarnya.

Menurut dia, kondisi sulitnya mendapatkan pupuk, petani sawit hanya pasrah dan siap mengalami kerugian karena hasil buah sawit kurang berkwalitas sehingga harga sawit menurun.

Bagi petani pabrik yang menjual sawit langsung ke pabrik dan sudah berlangganan, memang bisa mengkredit pupuk dengan cara mencicil setiap menjual hasil sawit. Namun bagi petani yang memiliki perkebunan sawit yang luasnya kurang empat hektar tidak bisa kredit pupuk ke pabrik karena hasil buah sawit terbatas.

"Kami menjual buah sawit ke pedagang pengumpul yang langsung ke kebun sawit atau ke kampung dan berharap persediaan pupuk kembali mencukupi sehingga petani sawit tidak lagi mengalami kesulitan membeli pupuk," ujarnya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2009