Brisbane (ANTARA News) - Konsul Jenderal RI di Melbourne, Budiarman Bahar mengatakan, pemerintah RI akan mengirim satu tim identifikasi korban bencana untuk bergabung bersama para petugas identifikasi para korban bencana kebakaran semak belukar yang hingga Selasa sore menewaskan sedikitnya 173 orang.

"Bentuk bantuan negara kita kepada Australia adalah pengiriman tim identifikasi korban bencana. Jakarta sedang mempersiapkan keberangkatan tim ini sesegera mungkin," katanya kepada ANTARA News, Selasa sore.

Budiarman belum bisa merinci berapa jumlah dan siapa saja dokter yang masuk dalam tim bantuan Indonesia itu namun di antara mereka itu akan ada dokter ahli gigi dan patologi.

Mengenai upaya pengumpulan dana bantuan masyarakat Indonesia di Melbourne dan sekitarnya, ia mengatakan, pihaknya akan menfasilitasi aksi fund raising (pengumpulan dana) komunitas Indonesia di ruang aula KJRI Melbourne hari Kamis (12/2).

"Hari Kamis kita akan fasilitasi fund raising masyarakat Indonesia untuk para korban bencana kebakaran semak belukar di Victoria hari Kamis," katanya.

Sebelumnya, menurut Budiarman Bahar, pihaknya telah menyampaikan surat ungkapan belasungkawa dan simpati yang mendalam rakyat Indonesia kepada Kepala Negara Bagian (Premier) Victoria John Brumby atas bencana kebakaran terburuk dalam sejarah Australia sejak 26 tahun terakhir itu.

"Kita sudah sampaikan surat itu ke Premier John Brumby hari Senin (9/2). Kita minta tolong beliau untuk meneruskan ungkapan belasungkawa mendalam kita kepada para keluarga korban atas nama pemerintah dan masyarakat Indonesia di Victoria khususnya dan Australia umumnya," kata Budiarman.

Pihaknya juga mendoakan pemerintah negara bagian Victoria agar diberikan kekuatan dan kemampuan mengatasi bencana kebakaran semak belukar terburuk dalam sejarah Australia itu secepat mungkin.

Tentang nasib sekitar 20 ribu warga negara Indonesia (WNI) di Victoria memasuki hari keempat bencana, Budiarman mengatakan, mereka semua masih "aman". "Alhamdulillah, mudah-mudahan semua warga kita tetap dalam kondisi aman," katanya.

Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, pihaknya juga terus memantau rumah sakit tempat para korban tewas disemayamkan untuk dilakukan identifikasi.

"Di antara rumah sakit yang sudah kita hubungi adalah Alfred Hospital Melbourne. Hanya saja proses identifikasi mayat korban itu membutuhkan waktu berbulan-bulan. Kita juga sudah menghubungi kantor kepolisian Victoria dan mereka berjanji memberitahu kita sekiranya ada WNI yang ikut menjadi korban," katanya.

Menurut Budiarman, kantong-kantong masyarakat Indonesia umumnya berada di antara Melbourne dan Geelong namun fokus perhatian KJRI Melbourne juga diberikan pada WNI yang tinggal di beberapa kota kecil yang bertetangga dengan daerah pedesaan yang dilanda bencana kebakaran semak belukar.

Memasuki hari keempat bencana kebakaran dahsyat yang terjadi sejak akhir pekan lalu itu, jumlah korban tewas terus meningkat. Sejauh ini jumlahnya sudah mencapai 173 orang.

Angka korban ini diperkirakan masih mungkin naik karena luasnya lokasi kebakaran dan para petugas pemadam kebakaran masih terus berjuang memadamkan api di sejumlah lokasi.

Bencana kebakaran terburuk dalam sejarah Australia sejak 1983 itu tidak hanya menelan korban jiwa dan harta benda tetapi juga menghancurkan sedikitnya 750 rumah dan sekitar 400 ribu hektar hutan semak belukar.

Untuk meringankan beban para korban, pemerintah federal telah menyiapkan bantuan tunai melalui "pembayaran Pemulihan Bencana Pemerintah Australia" masing-masing 1.000 dolar bagi setiap warga berusia dewasa dan 400 dolar bagi setiap orang anak.

Para korban antara lain ditemukan di daerah Kinglake, Kinglake West, St.Andrews, Wandong, Callignee, Hazelwood, Jeeralang, Humevale, Bendigo, Upper Callignee, Long Gully, Strathewan dan Arthurs Creek.

Australia adalah salah satu negara sahabat Indonesia yang segera membantu para korban bencana tsunami Aceh-Nias tahun 2004 dan gempa bumi Nias tahun 2005. Australia juga memberikan banyak bantuan bidang pendidikan kepada Indonesia.   (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2009