Pangkalpinang (ANTARA News) - Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut seorang "mafia pengadilan" Paisal Fahmi (35), selama 1,6 tahun penjara, karena menjanjikan bisa membebaskan seorang penebang hutan bebas dari tahanan Dit Polair Bangka Belitung (Babel) dengan meminta imbalan Rp20 juta. Pembacaan tuntutan itu dilakukan JPU, Kurniawan SH dalam sidang di Pengadilan Negeri Pangkalpinang, Selasa dengan majelis hakim, Hendro Suseno SH didampingi Nirmala SH dan Ernila SH. Menurut dia, terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 378 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP tentang turut serta ikut melakukan penipuan. Tuntutan itu diperkuat, pengakuan terdakwa selama pemeriksaan di persidangan yang mengakui menerima uang Rp20 juta dari Yulia (istri penebang kayu) dan juga keterangan Yulia yang mengaku menyerahkan uang kepada terdakwa disertai bukti kuitansi pembayaran uang yang diterima terdakwa. Hal yang memberatkan, akibat perbuatan terdakwa korban mengalami kerugian Rp20 juta, sedangkan hal yang meringgankan terdakwa berlaku sopan dan menyesali perbuatannya. Dalam pembacaan tuntutan itu, JPU menjelaskan, pada 23 Oktober 2008, terdakwa bersama Andi (DPO) mendatangi rumah korban Yulia dan mengiming-imingi bisa membebaskan suaminya yang di tahan aparat Polair Babel karena menebang hutan di Mentok (Bangka Barat) dan meminta imbalan Rp20 juta. Korban karena diiming-imingi terdakwa, akhirnya menyerahkan uang yang diminta terdakwa dengan perjanjian jika suaminya tidak bebas maka uang Rp20 juta akan dikembalikan namun selama dua bulan setelah penyerahan uang itu, suami korban tidak kunjung bebas dan akhirnya Yulia melaporkan perbuatan terdakwa ke Polresta Pangkalpinang. Atas tuntutan itu, terdakwa berprofesi sebagai sopir angkuta kota itu, hanya tertunduk lesu meyesali perbuatannya dan memohon keringanan hukuman. "Saya melakukan perbuatan itu akan digunakan membayar uang cicilan kendaraan pak hakim, karena untuk mencicil angsuran oplet sulit didapat seiring sepinya penumpang," ujarnya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2009