Jakarta (ANTARA News) - Istri (alm) Munir, Suciwati berharap kalangan DPR mendorong penuntasan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir sehingga terungkap para aktor intelektualnya.

Hal itu ditegaskan Suciwati saat rapat dengar Pendapat Umum (RDPU) Persatuan advokad Indonesia (Peradi) dengan komisi III DPR (bidang hukum) di gedung DPR Jakarta, Selasa.

"Kasus ini sudah memasuki tahun kelima, tapi proses hukumnya masih tersndat-sendat," ujar Suciwati.

Dikemukakannya pula bahwa Presiden Yudhoyono selama ini selalu mengatakan bahwa penyelesaian kasus pembunuhan Munir telah diserahkan pada proses hukum.

Karenanya, ia menambahkan, pihaknya berharap kalangan DPR mendorong pengungkapan kasus tersebut sampai keakar-akarnya.

Di tempat yang sama, Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (Kasum) juga mendesak agar Komisi III turut serta mengontrol upaya penuntasan kasus pembunuhan Munir itu.

Melalui mekanisme kerja yang ada di DPR, Kasum mendorong agar empat institusi yang terkait dengan pengusutan kasus Munir, yakni BIN, Mabes Polri, Kejaksaan Agung serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk melakukan evaluasi kinerjanya masing-masing.

Selain itu, Ormas itu juga mendorong agar proses pengadilan kasus itu dilakukan secra terbuka dan akuntabel serta mengabdi pada kebenaran.


Jangan rugikan masyarakat pencari keadilan

Sementara itu sejumlah fungsionaris Peradi meminta dukungan politik pada Komisi III agar organisasi itu diakui sebagai satu-satunya wadah para pengacara sesuai peraturan perundang-undangan yang ada saat ini.

Presiden, Menkum dan HAM serta Mahkamah Konstitusi, ujar Ketua umum Peradi Otto Hasibuan, telah secara tegas mengakui eksistensi Peradi.

Namun sikap tegas itu, ujarnya, tidak diikuti Mahkamah Agung yang masih mengakui pula keabsahan Kongres Advokad Indonesia (KAI). "Karenanya dibutuhkan dukungan politik DPR terhadap eksistensi Peradi sebagai organisasi tunggal profesi advokad," ujarnya.

Lebih lanjut Otto menjelaskan bahwa adanya dualisme terhadap organisasi telah menyulitkan kontrol terhadap prilaku para advokad dan hal tersebut akan merugikan masyarakat.

"Peradi adalah organ negara dan bukan paguyuban pengacara. Karenanya kalau MA membiarkan polemik ini terus terjadi, maka yang dirugikan adalah masyarakat pencari keadilan," ujarnya. (*)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2009