Jakarta (ANTARA News) - Kementerian BUMN belum menentukan keputusan terkait transaksi derivatif yang dilakukan perusahaan BUMN, karena harus menyesuaikan kebijakan yang akan dikeluarkan Bank Indonesia (BI). "Keputusan soal derivatif BUMN belum diputuskan karena menunggu aturan BI," kata Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu, di Gedung Garuda, Jakarta, Jumat. Kementerian BUMN selaku kuasa pemegang saham BUMN sangat berkepentingan untuk mengetahui sejauh mana transaksi derivatif dilakukan guna menghindari kerugian yang lebih besar. Said menjelaskan, pihaknya telah mengirimkan surat edaran kepada seluruh BUMN meninjau ulang (review) transaksi derivatif apakah sudah mengikuti "standar dan prosedur operasi (SOP) yang berlaku, namun hingga Jumat (13/2) belum ada jawaban yang masuk. Transaksi derivatif adalah produk turunan instrumen pasar uang yang lazim digunakan untuk lindung nilai terkait fluktuasi nilai tukar mata uang. Sejumlah BUMN seperti PT PGN Tbk, PT Antam Tbk, dan PT Elnusa Tbk (anak perusahaan Pertamina) disebut-sebut masuk dalam daftar perusahaan yang mengalami kerugian cukup besar. Menurut Said, transaksi derivatif melibatkan bank nasional sehingga BI sesuai tanggungjawabnya wajib menjalankan fungsinya mengawasi perbankan nasional. Meski begitu ia tidak bisa memberi gambaran, apakah BI nantinya akan memperkat aturan transaksi derivatif atau bahkan sama sekali melarang transaksi itu. "Tunggu Pak Menteri (Menneg BUMN Sofyan Djalil) saja, dan keputusan yang akan diambil BI," tegasnya. Ia pun tidak berani menjelaskan indikasi kerugian dari transaksi derivatif yang dilakukan BUMN. "Belum bisa menyatakan ada tidaknya kerugian, tetapi yang kita awasi adalah jika transaksi itu dilakukan secara "prudent" (hati-hati) dan sesuai dengan SOP berarti itu adalah resiko bisnis. Tapi kalau ada sesuatu yang tidak normal itu yang kita lihat sebagai "moral hazard", kata Said.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2009