Tokyo (ANTARA News) - Amerika Serikat dan Jepang menandatangani kesepakatan yang akan merelokasi sedikit-dikitnya 8.000 pasukan marinir AS dari pangkalan di Futenma Pulau Okinawa ke Guam.

Pejabat kementerian Luar Negeri Jepang di Tokyo, Senin, mengemukakan hal itu saat memberikan keterangan pers kepada wartawan asing mengenai kunjungan kerja Menlu AS Hillary Clinton yang pertama kali ke Tokyo mulai Senin (16/2) hingga Rabu (18/2) mendatang.

"Penandatanganan kesepakatan relokasi pasukan AS itu akan dilakukan Selasa besok di kementrian luar negeri Jepang," kata pejabat yang hanya mau disebut sebagai sumber di kementerian luar negeri Jepang itu.

Usai acara penandatanganan yang dilakukan Clinton dan mitranya, Menlu Hirofumi Nakasone, dilanjutkan dengan konferensi pers bersama. Setelah itu, Clinton, yang mematahkan tradisi para Menlu AS yang biasa memilih Eropa atau Timur Tengah saat memulai pertama kali kunjungan ke luar negeri, akan bertemu dengan Menteri Pertahanan Yasukazu Hamada.

"Kesepakatan ini akhirnya bisa tercapai setelah tertunda sejak lama," katanya lagi.

Upaya merelokasi pasukan itu akan berlangsung hingga 2014 sesuai road map yang telah disepakati bersama.

Setelah bertahun-tahun, Washington dan Tokyo akhirnya pada 2005 membahas serius upaya merelokasi pasukan AS di Okinawa ke Guam. Upaya untuk memindahkan ribuan pasukan AS itu sebetulnya mulai dibicarakan sejak 1996, namun tidak pernah mengalami kemajuan.

Keputusan tersebut memperlancar kesepakatan untuk mengorganisir kembali hampir 50 ribu pasukan Amerika Serikat yang berdiam di Jepang. Relokasi pasukan di Jepang merupakan bagian dari upaya Amerika Serikat untuk mentransformasikan pasukan militernya menjadi lebih modern.

Relokasi akan mengurangi jumlah pasukan marinir Amerika Serikat di Okinawa, sebuah wilayah paling miskin di Jepang, menjadi sekitar 7.000 dari 18.000 marinir yang ada saat ini.

Penolakan

Beberapa tahun terakhir, penolakan kehadiran pasukan Amerika Serikat semakin meningkat di pulau Okinawa, karena dianggap hanya menimbulkan masalah, mulai dari kasus kecelakaan, perkosaan, hingga tindak kriminal lainnya. Warga Okinawa juga mengkhawatir persoalan "keringanan" hukum, keributan dan kerusakan lingkungan akibat kehadiran fasilitas militer AS itu.

Warga Okinawa menginginkan semua fasilitas militer tersebut dipindahkan keluar dari pulaunya. Bahkan Gubernur Okinawa mendesak Tokyo merevisi Kesepakatan Status Pasukan (Status of Forces Agreement) yang memberikan keleluasaan bagi pasukan AS dalam masalah-masalah hukum.

Semakin meluasnya ketidakpuasan penduduk Okinawa dikhawatirkan malah mengguncang hubungan keamanan antara Jepang dengan AS. Mereka mengatakan memikul beban yang tak berimbang sebagai tuan rumah bagi 47.000 pasukan AS di Jepang.

Okinawa suatu gugusan kepulauan yang terletak 1.000 mil di barat daya Tokyo, hanya memiliki satu persen dari seluruh wilayah Jepang. Namun teritori Prefektur Okinawa menjadi pusat penempatan hampir setengah dari pasukan AS di Negeri Sakura.

AS i berencana memulangkan sekitar 70 ribu pasukan dari Eropa dan Asia dalam satu dekade ini, sebagai antisipasi menghadapi tantangan baru. Kehadiran militer AS di Jepang merupakan upaya menjaga stabitas keamanan kawasan dan memudahkan pengerahan pasukannya ke berbagai wilayah di kawasan Asia Pasifik.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
COPYRIGHT © ANTARA 2009