Gresik (ANTARA News) - Ratusan warga Desa Sekapuk, Kecamatan Ujungpangkah, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, Senin menutup (blokir) akses jalan kabupaten yang terletak di kawasan jalur Pantura Gresik-Tuban.

Mereka menghadang setiap truk proyek yang mengangkut dolomit (batu kapur) untuk masuk di kawasan pertambangan di Gunung Gosari dan Sekapuk, dua kawasan gunung kapur yang menjadi tempat penambangan kapur.

Pemblokiran oleh warga yang mengatasnamakan Komisi Aksi Pemuda Untuk Rakyat ini terkonsentrasi di dua titik, yakni di perbatasan Desa Sekapuk dengan Gosari, jalan kabupaten yang menghubungkan kawasan pertambangan, dan di Jalan Raya Deandeles, di depan pintu masuk Desa Sekapuk, tepatnya sebelah utara Jalur Pantura Gresik-Tuban.

Aksi ini dipicu oleh kemarahan warga yang mendesak kepada PT Polowijo Gosari, perusahaan yang memproduksi pupuk dolomit agar menghentikan aksi penambangan dolomit (batu kapur) di Gunung Kapur Gosari, dan Sekapuk.

Kordinator aksi Abdul Qodim menuntut pihak perusahaan menghentikan eksploitasi gunung kapur menggunakan alat berat, yang mengakibatkan rusaknya lingkungan. Apalagi kawasan Gunung Sekapuk masih dalam proses perundingan antara PT Polowijo dengan masyarakat yang difasilitasi APERTAM Jatim.

" Kalau tetap menggunakan alat berat maka dalam waktu lima tahun gunung kapur itu akan habis, berbeda menggunakan alat tradisional," katanya.

Warga Sekapuk juga khawatir bakal kehilangan mata pencaharian mereka sebagai penambang tradisional, kata Abdul.

Sementara itu aksi pemblokiran mendapat perlawanan dari buruh sopir pengangkut dolomit yang mengatasnamakan gabungan pengusaha tambang. Karena kesal dengan aksi warga, merekapun memarkirkan kendaraannya di ruas jalur Pantura.

Akibatnya kemacetan arus lalu lintas pun tak terhindarkan.

Polisi sempat mengancam bakal menderek truk menggunakan alat berat karena para sopir nekad meninggalkan kendaraannya di tengah jalan.

Ketua gabungan pengusaha tambang, Muchdlori, mengatakan, pihaknya merasa dirugikan akibat ulah warga. Karena selama tiga bulan akses jalan menuju kawasan pertambangan ditutup.

Selama ini, kata Muchdlori mereka harus berbalik arah lewat jalur utara melalui Banyu Urip, Pangkah Kulon, Pangkah wetan, Karangrejo, Ketapang, Tanjungawan, dan Sidayu yang menempuh jarak kurang lebih enam kilometer. Sementara melalui jalan Sekapuk hanya menempuh satu kilometer.

"Dengan pemblokiran jalur ini perekonomian tersendat, sehingga ongkos transportasi pun naik, buruh penambang itu yang kasihan yang jumlahnya mencapai 2.000 an," katanya.

"Saya sudah melapor ke Polda, Polwil, dan Polres Gresik agar akses jalan tersebut dibuka, apalagi memblokir jalan kabupaten itu merupakan tindak pidana," katanya.

Perwakilan PT Polowijo Sunyoto mengutarakan, aksi pemblokiran jalan tidak ada sangkut pautnya dengan pihak perusahaan.

"Kami hanya memberikan ijin kepada penambang di Gunung Sekapuk dan Gosari, karena klaim kepemilikan lahan mulai dari SIPD (Surat Ijin Penambangan Daerah), dan Hak Guna usaha atas nama PT Polowijo, jadi warga tidak berhak melarang penambangan," katanya.

Selama ini perusahannya telah memberikan toleransi dengan tetap memperbolehkan aktifitas pertambangan tradisional oleh warga Sekapuk, di areal 46 hekteare, seluas 25 ha untuk pertambangan rakyat, sisanya 21 ha dikuasai Polowijo, kata Sunyoto.

Namun warga masih tetap tak menerima keputusan tersebut, hingga dikeluarkannya keputusan tidak boleh menambang oleh Dinas ESDM Jatim kepada Polowijo sejak 13 Nopember 2008, di Gunung Sekapuk.

Akibat penutupan penambangan tersebut,sempat mengurangi hasil produksi perusahaan, yang memproduksi pupuk super dolomit mencapai 80 ribu TPT, Pupuk SUPER DOLOMIT 150 ribu TPT, dan pupuk sulfomag plus 100 ribu TPT.

"Untuk memasok bahan baku kami akhirnya menambang di Tuban," katanya.
(*)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2009