Jakarta (ANTARA News) - Pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi rokok cenderung meningkat. Dari sekitar Rp98 ribu per bulan pada tahun 2004 naik menjadi Rp113 ribu tahun 2005 dan naik lagi menjadi Rp117 ribu tahun 2006.

Demikian hasil analisis Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) yang dipaparkan di Jakarta, Kamis.  "Analisis ini dilakukan berdasarkan data Susenas tahun 2006," kata Ayke S. Kiting, peneliti dari Lembaga Demografi FEUI.

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 juga menunjukkan adanya peningkatan jumlah konsumsi rokok.

Menurut hasil riset itu, penduduk Indonesia rata-rata menghisap 12 batang per hari meningkat dari rata-rata konsumsi rokok tahun sebelumnya yang hanya antara 10-11 batang per hari.

Peningkatan konsumsi dan pengeluaran untuk rokok mengurangi jumlah pendapatan penduduk yang bisa dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan pokok rumah tangga.

"Karena mereka menggunakan uang yang seharusnya bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga, biaya kesehatan, dan pendidikan untuk membeli rokok," kata Abdillah Ahsan, peneliti Lembaga Demografi FEUI yang lain.

Hal itu diakui oleh Subardi (52), sopir angkutan kota yang sudah mulai merokok sejak umur 22 tahun.

Pendapatan hariannya Rp50 ribu namun setiap hari dia menghisap tiga bungkus rokok yang harga per bungkusnya Rp8.500.

"Sebagian besar memang habis untuk rokok, sampai anak ketiga saya terpaksa keluar dari sekolah karena tidak ada biaya," kata bapak dari empat anak asal Lenteng Agung, Jakarta Selatan.

Kasus Subardi, menurut Abdillah, dialami oleh sebagian besar penduduk miskin dan membuat mereka semakin miskin.

"Pemerintah harus memutuskan rantai ini dengan melakukan intervensi khusus," kata Abdillah.

Intervensi yang menurut dia dapat akan menurunkan tingkat konsumsi rokok penduduk, utamanya yang miskin, adalah peningkatan cukai rokok. "Karena konsumsi rokok penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh harga," katanya.

Cukai rokok di Indonesia yang saat ini 38 persen dari harga jual eceran, kata dia, seharusnya dinaikkan menjadi setidaknya sama dengan rata-rata cukai rokok internasional yakni 65 persen dari harga bandrol.

"Kalau cukainya naik, harga rokok otomatis akan naik sehingga tingkat keterjangkauannya masyarakat terhadap rokok akan turun dan konsumsi akan turun juga," katanya.

Menurut perhitungan, kata dia, penurunan 10 persen harga rokok akan menurunkan 17 persen konsumsi rokok masyarakat miskin dan empat persen konsumsi rokok masyarakat berpendapatan menengah ke atas.

Selain itu, kata dia, pemerintah juga harus secara total melarang iklan rokok dan mewajibkan pencantuman peringatan dalam bentuk gambar pada bungkus rokok. (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2009