Jakarta (ANTARA News) - Tunggakan pajak penghasilan (PPh) migas dari lima kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) masih sebesar 83,49 juta dolar AS atau sekitar 73,83 persen dari total pajak terutang 113,11 juta dolar AS.

Kepala Biro Humas Depkeu Harry Z. Soeratin dalam keterangannya di Jakarta, Senin, menyebutkan, beberapa KKKS telah melakukan penyelesaian pajak sebesar 29,62 juta dolar AS (26,18 persen).

Harry menjelaskan, tunggakan pajak sebesar 113,11 juta dolar AS merupakan hasil pemeriksaan BPKP terhadap lima KKKS yang laporannya disampaikan pada 2008 dan 2009.

Menindaklanjuti temuan BPKP itu, Ditjen Anggaran Depkeu menyampaikan surat kepada KKKS yang bersangkutan agar melakukan pembayaran kekurangan pajak sebagaimana hasil pemeriksaan BPKP.

Pada dasarnya, penerimaan negara yang diterima dari sektor migas sampai dengan saat ini adalah berasal dari kontraktor production sharing (KPS) yang kontrak-kontraknya disusun berdasar UU nomor 8/1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara.

Berdasarkan KPS itu, secara umum total bagian pemerintah dan kontraktor yang dihitung dari net operating income (NOI) adalah untuk minyak bumi, untuk umum bagian pemerintah 85 persen dan kontraktor 15 persen, untuk Pertamina, bagian pemerintah 60 persen dan kontraktor 40 persen.

Sementara untuk gas alam, untuk umum, bagian pemerintah 70 persen dan kontraktor 30 persen, sedangkan untuk Pertamina, bagian pemerintah 60 persen dan kontraktor 40 persen.

Dalam total bagian yang diterima pemerintah itu, sudah mencakup seluruh kewajiban perpajakan kontraktor (antara lain PPh, PPN, PBB, PDRD) dan kewajiban bukan pajak (seperti iuran eksplorasi dan iuran eksploitasi).

Sementara itu, penerimaan dari kegiatan hulu migas dalam valas disetorkan ke rekening valas Depkeu dan penerimaan dalam Rupiah disetorkan ke rekening bendahara umum negara (BUN) pada BI.

Penerimaan dari kegiatan hulu migas hingga tahun anggaran 1999/2000, dicatat dalam APBN sebagai penerimaan migas (tidak dipisahkan antara penerimaan PPh migas dan penerimaan SDA migas).

Namun dalam rangka persiapan pelaksanaan UU otonomi daerah, sejak tahun anggaran 1999/2000 pencatatan penerimaan dari kegiatan usaha hulu migas dalam APBN telah dipisahkan menjadi penerimaan PPh migas dan SDA migas atau dalam penerimaan negara bukan pajak/PNBP. (*)

Pewarta: bwahy
Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2009