Bandung, (ANTARA News) - Indonesia dinyatakan melanggar konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hak Azasi Manusia (HAM) anak yang bersentuhan dengan hukum sehingga dalam waktu dekat akan disidangkan di Jenewa.

Dirjen Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial, Makmur Sunusi di Bandung, Kamis mengatakan, pelanggaran yang dilakukan Indonesia di antaranya razia anak jalanan, pengadilan anak dan memenjarakan anak di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).

"Pelanggaran yang dilakukan ini akibat sistem yang masih belum diaplikasikan di lapangan karena menyangkut beberapa instansi terkait yang tidak hanya Departemen Sosial saja namun juga menyangkut Departemen Hukum dan HAM, kepolisian, kejaksaan dan pengadilan," katanya.

Dalam konvensi dijelaskan, pendekatan yang dilakukan kepada anak yang bersentuhan langsung dengan hukum harus menggunakan pendekatan psikologis.

"Saat ini Indonesia masih melakukan pendekatan secara korektif atau rehabilitasi," katanya.

"Pendekatan korektif ini dinilai PBB sebagai cara memperbaiki sesuatu yang rusak atau "malfunction" padahal penanganan anak harus dilakukan dengan cara kekeluargaan dan tidak menghakimi," ujar Makmur.

Mengacu pada Convention on The Right of Children (CRC), Indonesia telah meratifikasinya dengan Undang-undang Kesejahteraan Anak dan Undang-undang Perlindungan Anak, namun hingga kini implementasinya belum ada.

"Karena inilah PBB memberikan rapor merah," katanya.

Ketua Yayasan Nanda Dian Nusantara Kalimantan Barat, Devie Tiomana mengatakan, seringkali menemukan kasus penanganan anak yang tidak sesuai dengan konvensi PBB misalnya kasus kriminal yang dilakukan anak hingga masuk ke persidangan.

"Anak itu diperlakukan layaknya orang dewasa saat pemeriksaan di kepolisian sehingga untuk mengeluarkannya dari situasi itu saya harus rela dipenjara tiga kali sebagai jaminan," katanya.

Sementara itu di Jawa Barat, menurut aktivis Lembaga Advokasi HAM Anak (LAHA), Ati Novianti sebanyak 40 anak menjalani hukuman penjara di Rumah Tahanan Kebonwaru bersama dengan tahanan dewasa.

"Kami melakukan pendampingan untuk mereka karena kekhawatiran terjadinya kasus pelecehan dan penanganan yang tidak sesuai dengan usia anak," katanya.(*)

 

Editor: AA Ariwibowo
COPYRIGHT © ANTARA 2009